"IBU KOTA ILAGA, KABUPATEN PUNCAK PAPUA, PROVINSI PAPUA (DARURAT KEMANUSIAAN). TINDAKAN KEKERASAN PELANGGARAN HAM DILAKUKAN OLEH APARAT MILITER (TNI) TERHADAP MASYARAKAT SIPIL."

https://www.facebook.com/100053917472965/posts/182989226841659/

Berdasarkan catatan (Setara Institute), ada 13 pelanggaran HAM selama 2015: 6 kasus di antaranya dilakukan oleh tentara dan polisi. Ada sekitar 100 orang Papua yang jadi korban, 9 orang meninggal ditambah dengan (4) warga sipil dari Puncak Ilaga, 49 orang luka-luka, dan 42 orang ditangkap oleh aparat TNI dan Polri. Tutur - Jurnalis tirto.id.com (Dieqy Hasbi Widhana).

Menurutnya, "Dari kasus penembakan warga sipil Papua di Paniai, Desember 2014, Komnas HAM menilai pihak TNI (kurang kooperatif) memenuhi permintaan untuk menggelar penyelidikan atas peristiwa tersebut. Ini berbeda dengan respons Polri yang kooperatif dan terbuka, mempersilakan komisioner Komnas HAM memeriksa saksi-saksi."

Papua tetap jadi salah satu wilayah paling termiliterisasi: seorang polisi atau tentara mengawasi 97 warga sipil hingga saat ini sedang berlangsung di seluruh wilayah Papua. Ungkapnya.

"Kasus-kasus lama juga tetap membayangi upaya serius reformasi TNI. Pada 11 November 2001, tokoh Papua Theys Eluay terbunuh oleh prajurit Komando Pasukan Khusus ketika Hartomo menjabat Komandan Satuan Tugas Tribuana 10, sebuah Satgas Kopassus, yang bertugas di Jayapura. Pada 2003, Hartomo didakwa terlibat dalam pembunuhan itu oleh sebuah persidangan dan divonis 3,5 tahun penjara." Ujarnya.


Namun, pada 16 September 2016, Hartomo jadi sorotan media lantaran institusi militer mengabaikan jejak masa lalunya dan malah diangkat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI. Sebelumnya, Hartomo diangkat menjadi Gubernur Akademi Militer di Magelang. Pangkatnya kini adalah Mayor Jenderal. Ucapnya.

"Supremasi Sipil Lumpuh. Minimnya akses publik dan pemantau sipil dalam proses peradilan militer terhadap anggota TNI yang terlibat kekerasan ini telah menyulitkan upaya-upaya transparansi, sebuah amanat penting dalam reformasi tentara pasca-Orde Baru. Akibatnya, peradilan itu kerap meringankan pelaku dan gagal memberi efek jera bagi aparat TNI yang terlibat kekerasan." Pungkasnya.

Lembaga Kontras mendesak Pemerintah dan DPR segera merevisi (UU 31/1997) tentang Peradilan Militer. Aspek transparansi bisa terbuka bila pelaku tentara dalam kasus-kasus pidana diproses lewat pengadilan sipil. Bebernya.

"Ketua Komnas HAM, (Nur Kholis), mengatakan bahwa seluruh elemen yang menjadi bagian dari fungsi kekuasaan negara harus bertindak sesuai hukum. Jika aparat militer melakukan tindak pidana, ia harus diadili secara fair dan jujur, lantas dievaluasi secara menyeluruh atas tindakan kekerasan." Jelasnya.

"Kalau ada dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kekerasan, harus dievaluasi, ditinjau peristiwa itu berdasarkan hukum yang tersedia dan aturan pelaksanaannya termasuk standar operasional prosedur." Tutupnya.


Date Source (Dieqy Hasbi Widhana)

About (Tindakan Pelanggaran HAM)

Location (Negeri West Papua)

Editor (Kevin - Bob Tujuh Suku)

0 $type={blogger}:

إرسال تعليق

Copyright © Suara kasawan Kehijauan Piyaiyita | Designed With By Blogger Templates
Scroll To Top