Cerita dari yame owaa,hakikat dan siklus kehidupan suku mee/ekari

 



Oleh Dance Yumai
yumaidance@gmail.com

Abstak

 Rumah yame owaa/emawa adalah tempat pengumpulan parah pria atau laki-laki, dan disitu ada banyak cerita yang mereka ceritakan. Bukan hanya cerita tertapi dimana para laki-laki melakukan apa saja yang mereka lakukan-tradisinya mereka dalam hal ini orang papua lebih khususnya wilaya mee-pago atau meuwodide, baik itu membuat berbagai kreatifitas, berkaitan  dengan budaya yaitu panah jubii, noken, aksesoris dan busana mereka.

kata kunci: wilaya mee-pagoo, emawa/yamewa, budaya, - cerita.


        I.                        Pendahuluhan.

Pandangan umum budaya adalah kebiasaan yang turun temurun dari kenerasi ke kenrasi, berhungan dengan kebiasahan masyarakat  setempat suatu wilaya. Penulis memandu mendalam terkait dengan aktifitas yang dilakukan oleh suku  mee di wilaya di meuwodide berkait dengan aktifitas yang dilakukan dalam rumah lelaki/pria di yamewa atau emawa tersebut sebagai berikut:

1.      Wilaya mee-pagoo adalah wilaya adat leluhur nenek moyang suku mee/ekari yang berdominasi batas wilaya kegata sampai dengan makatakaida itu adalah wilaya yang kasih oleh Tuhan (Ugatame) dengan Cuma-Cuma, untuk mewariskan oleh generasi ke kenerasi suku mee di (meuwodide)/meepagoo.

2.      Emawa adalah tempat dimana para-pria yang meginap tempat tersebut. Dalam hal ini rumah permanen yang mereka bangun untuk para-relaki yang  tidur bangun dan melakukan berbagai aktifitas didalam di kediaman mereka.

3.      Dalam emawa/yamewa tersebut mereka juga melakukan berbagai aktifitas yang sering dilakukan baik itu lagu tradisional (Ugaa), cerita mob, cerita pendek CERPEN, cerita terkat relatifitas maskawin, cerita rakyat (Umitou-Mana) dan berbagai bentuk cerita. Selain itu mereka juga memotifasi dan menasehati satu sama lain memberi cerama metode oral/lisan terhadap anak-anak mereka atau orang yang lebih mudah dari mereka. Agar adanya oral-teori tersebut, anak-anak atau parah lelaki muda (umitou-mana) itu sebagai pedoman tolak ukur masa depan mereka.

     II.                        Landasan kehidupan suku mee/ekari

Tatanan hidup suku mee tidak terlerpas dari (moralistas, spirtualitas, humanisme, relatifitas, dan heritabilitas tanah leluhur mereka “heritage of the land”).

a.       dengan adanya Dinamika pondasi siklus diatas suku mee juga punya jati diri sebagai kebanggaan itu sendiri, mereka mempunyai “moralistas”  atau jati diri mereka yaitu budaya, dalam hal ini adat istiadat yang begitu eloknya, (koteka moge) yang menujukan mereka juga punya ciri-kash budaya “show of the culture”  budaya atau kebiasaan suku mee adalah modal yang tidak bisa bayar oleh harta bendah berbentuk apapun, karena budaya adalah harkat dan martabat suatu bangsa yang mewarnai identitas suku bangsa tersebut.

b.      Selain Budaya, suku mee/ekagi juga memiliki kepercayaan “spritualitas” yang sangat ketat, kuat, bersifat terhormat dan cuci. Sebelum misionaris masuk di meuwodide mereka juga mempunyai dasar humum Tuhan 10 (sepuluh) hukum Allah (diyodouya mana-gati) dan mereka juga percaya bhawa Tuhan yang menciptakan Langit dan bumi serta segala isinya itu ada (Ugatame).

 secara literal/harfial UGATAME ialah yang  menciptakan segalah sesuatu langit dan bumi serta segalah isinya. Artinya Ugatame. Kepercayaaan mereka kepada ugatame itu sangat cuci, sacral dan terjaga sehinggah kepercayaan tersebut juga selaluh mereka komandangkan dalam berbagai acara atau Ibadah mereka.

c.       Suku mee/ekari juga mempunyai kasih dan  Kemanusiaan “humanisme” yang sangat erat dengan budaya mereka, suku mee selaluh kasih yang besar dan psikologis orang mee pada umumnya memiliki kasih sayang sangat terjaga dan mereka juga menghargai pegujun atau suku papua lain yang datang di daerah mereka  kampung tertentu, orang yang pendatang itu sangat special dalam kehidupan mereka. Sehingah, mereka melakukan pesta yang sangat meria bagi mereka sebagai tanda kehormatan sebagai teman atau saudara yang terhormat, Dalam kehidupan suku mee.

d.      Salah satu, kebiasaan yang terjaga dalam kehidupan suku mee/ekari  ialah  hubungan “relativities” suku mee yang sangat  kuat dalam kekeluarga mereka ialah memiliki harga diri sebagai Om, none/akone, akaitayoka/naitaiyoka, akepa/anepa ani keneka/aki keneka dan lain sebagainya, yang artinya  dalam budaya suku mee memiliki kerabat  keluarga yang sanggat panjan “relativities of the family”.

e.       Suku mee/ekari memiliki tanah yang luas batas wilayah Kegata samapai Makatakaida itu disebut dengan (Meuwodide) adalah pemilik Wilaya Adat Mee-Pagoo lebih khusunya suku Mee/Ekari saja . kehidupan orang papua dan lebih khususnya suku mee/ekari  bersifatnya kehidupan mereka kelangsungan hidup ”viability”  dalam hal ini tanah atau lahan ini memberikan mereka berkebung, nelayang, ternak, berburuh dan  bangun rumah dan mewariskan tanah/lahan nenek moyang mereka “heritage of the land” dan tanah itu sifatnya mama kita, tanah ini yang memberi kita hidup di atas tanya itu sendiri

 

III.                        PENUTUP

Kehidupan suku mee/ekari memiliki batas wilaya yang yelas yaitu mee-pagoo atau meuwodide. parah relaki atau kaum pria mempunyai emawa/yamewa yang disebut dengan rumah untuk lelaki para kaum pria  yang berpusat atau kediaman untuk tempat tinggal mereka.

Suku mee/ekari juga, tidak terlepas dari kerabat keluarga mereka sebagai melengkapi dan mejaling untuk ambahkaan dalam  kehidupan mereka sebagai hubungan yang panjang dalam kehidupan suku mee mereka.

Suku mee, selaluh patut kepada kepada 10 (sepuluh) hukum Allah (diyodouya mana gati) sebagai penenutuh hidup dalam suku mee. Apabilah melangar salah satu hukum orang tersebut umur pendek dan tidak lama lagi meningal dunia.

Suku ekari juga memiliki (humanisme dan sociable) yang tinggi untuk kehidupan sehari-hari mereka. Akan tetapi,  itupun juga tidak semua orang. Namun, kebanyakan mudah bergaul “sociable”  terhadap hal-hal baru, baik itu hal negatif maupun positif tergantung orangnya.

Suku mee sendiri mereka mempercayai Ugatame adalah segala Tuhan di muka bumi ini. Sehingga, kehidupan mereka jahu dari beribadah dan bersyukur kepada Ugatame, mereka selaluh merasa putus asa dan tidak ada harapan bagi mereka  karena mereka merasa hubungan intim dan terjaling dengan Ugatame Sebagai Tuhan Mereka sudah jahu dari mereka. Karena anggapan dan kepercayaan mereka Ugatame adalah segala yang diciptakan di muka bumi ini hanya melaluhi dia maka kehidupan mereka selaluh mendahulukan Ugatame dalam kehidupan mereka sehari-hari.

0 $type={blogger}:

Post a Comment

Copyright © Suara kasawan Kehijauan Piyaiyita | Designed With By Blogger Templates
Scroll To Top