Showing posts with label CERPEN. Show all posts
thumbnail

Ekstraktivisme di Tanah West Papua

. Latar Belakang Adanya Ekstraktivisme

Ekstraktivisme di West Papua berakar dari kebutuhan ekonomi dan politik yang mendalam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan kekayaan alam yang melimpah seperti mineral, gas, dan hutan tropis, West Papua menarik perhatian banyak perusahaan dan pemerintah yang ingin mengeksploitasi sumber daya tersebut. Sejak Indonesia mengambil alih kontrol atas wilayah ini pada tahun 1963, eksplorasi dan produksi sumber daya alam semakin meningkat, sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal. Konteks politik dan sejarah kolonial juga berperan dalam pembentukan struktur kekuasaan yang mendominasi masyarakat adat dan lingkungan sekitar.

2. Apa Itu Ekstraktivisme?

Ekstraktivisme adalah model ekonomi yang berfokus pada pengambilan dan eksploitasi sumber daya alam, seperti mineral, energi, dan hasil hutan, untuk keperluan industri dan konsumsi. Pendekatan ini sering kali melibatkan penambangan dan eksploitasi yang intensif, yang dapat menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan dan merugikan masyarakat lokal. Ekstraktivisme berorientasi pada profit dengan sering mengabaikan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.

 

3. Mengapa Ada Ekstraktivisme Ketidakadilan di Tanah West Papua?

Di West Papua, ketidakadilan ekstraktivisme muncul karena adanya ketimpangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal. Masyarakat adat sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan; hak atas tanah mereka diabaikan atau dilanggar, dan mereka tidak mendapatkan manfaat dari eksploitasi sumber daya yang terjadi di wilayah mereka. Selain itu, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan ekstraktif menambah tingkat ketidakadilan ini, serta adanya kekerasan dan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak proyek-proyek ekstraktif.


 4. Apa Hubungannya Ekstraktivisme dengan Tanah West Papua?

Hubungan antara ekstraktivisme dan Tanah West Papua sangat erat, karena wilayah ini kaya akan sumber daya alam. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya, seperti tambang Freeport, telah menjadi sorotan utama di kawasan ini. Namun, ketertarikan terhadap sumber daya ini sering kali berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial. Dengan demikian, ekstraktivisme telah menjadi faktor utama dalam menentukan dinamika sosial dan ekonomi di West Papua.


 5. Apa Dampak Ekstraktivisme bagi Masyarakat Adat di Papua?

Dampak ekstraktivisme terhadap masyarakat adat di Papua sangat signifikan. Beberapa dampak tersebut meliputi:

Penghilangan Akses Sumber Daya

 Masyarakat lokal kehilangan akses ke tanah dan sumber daya yang selama ini mereka kelola secara berkelanjutan.

Kerusakan Lingkungan:

 Kegiatan ekstraktif merusak ekosistem lokal, yang berdampak pada ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat adat.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia: 

Masyarakat sering kali mengalami intimidasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia ketika berusaha mempertahankan tanah dan kehidupan mereka.

Perubahan Sosial dan Budaya: 

Ekstraktivisme dapat menggeser struktur sosial dan budaya masyarakat adat, yang berpotensi mengikis identitas mereka.


 6. Apakah Tanah West Papua Masih Ada Ketika Ekstraktivisme Terus Ada?

Situasi ini sangat mempertanyakan masa depan Tanah West Papua. Jika ekstraktivisme terus berlanjut tanpa adanya perhatian yang memadai terhadap keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat, maka tidak hanya ekosistem yang dapat mengalami kerusakan permanen, tetapi juga keberadaan budaya dan masyarakat adat itu sendiri. Untuk menjaga keberlanjutan Tanah West Papua, penting untuk mencari keseimbangan antara pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Jika tidak, risiko hilangnya identitas, lingkungan, dan keberlanjutan wilayah tersebut akan semakin besar. 

Kesimpulan

Ekstraktivisme di West Papua menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat adat dan lingkungan. Memahami dinamika ini sangat penting untuk merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan yang dapat melindungi hak-hak masyarakat serta menjaga keutuhan lingkungan di Tanah West Papua.

thumbnail

Kekhawatiran Masyarakat Papua Jika RUU TNI Ditetapkan

Masyarakat Papua memiliki kekhawatiran besar jika RUU TNI benar-benar disahkan. Salah satu hal yang paling dikhawatirkan adalah semakin luasnya dominasi militer dalam kehidupan sipil. Saat ini saja, TNI sudah terlibat dalam berbagai sektor seperti pembangunan, perkebunan, pertambangan, pendidikan, kesehatan dan makan gratis pun TNI yang jakankan di papua . Dengan adanya RUU ini, mereka akan lebih leluasa menduduki jabatan sipil, yang dikhawatirkan akan mempersempit ruang demokrasi dan menghilangkan peran masyarakat adat dalam menentukan arah pembangunan di tanah mereka sendiri.

Selain itu, masyarakat Papua khawatir bahwa RUU ini akan semakin mempercepat pengambilalihan tanah adat untuk proyek strategis nasional. Selama ini, banyak kasus di mana masyarakat adat kehilangan tanah leluhur mereka akibat eksploitasi sumber daya alam yang didukung oleh aparat keamanan. Jika TNI diberikan kewenangan lebih besar untuk ikut serta dalam kebijakan sipil, maka kemungkinan besar proyek-proyek yang merugikan masyarakat adat akan semakin mudah dijalankan tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka.

Kehadiran TNI dalam sektor pendidikan dan kesehatan juga menjadi kekhawatiran lain. Seharusnya, pendidikan dan layanan kesehatan dikelola oleh tenaga profesional sipil yang memahami kebutuhan masyarakat setempat, bukan oleh institusi militer. Jika militer memiliki kendali lebih besar dalam sektor ini, maka ada risiko kebijakan pendidikan dan kesehatan di Papua semakin tidak berpihak kepada rakyat, dan justru lebih diarahkan untuk kepentingan negara atau pihak tertentu yang memiliki agenda terselubung.

Terakhir, masyarakat Papua takut bahwa dengan disahkannya RUU ini, ruang demokrasi semakin tertutup dan suara mereka semakin sulit didengar. Dengan kekuatan lebih besar, TNI bisa lebih mudah mengendalikan narasi dan menekan kritik terhadap kebijakan yang merugikan rakyat. Mengingat sebelum RUU TNI ditetapkan saja TNI sudah masuk ke berbagai aspek kehidupan di Papua, maka jika undang-undang ini benar-benar disahkan, mereka akan semakin leluasa menguasai ranah sipil tanpa batasan yang jelas. Saat ini, keterlibatan TNI sudah terlihat dalam proyek-proyek strategis nasional, sektor pertambangan, perkebunan, pendidikan, dan kesehatan—sering kali tanpa melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan. Jika RUU ini diberlakukan, kontrol militer terhadap berbagai sektor akan semakin kuat, yang berpotensi memperburuk ketimpangan, mempersempit ruang demokrasi, dan mengancam hak-hak masyarakat Papua atas tanah serta kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka melihat bahwa menolak RUU TNI adalah satu-satunya cara untuk melindungi masa depan Papua dari dominasi militer yang semakin luas dan eksploitasi yang lebih besar.

Maka dari itu, menolak RUU TNI adalah satu-satunya cara untuk mencegah dominasi militer yang semakin luas di Papua. Jika undang-undang ini disahkan, TNI akan semakin leluasa menguasai berbagai sektor tanpa batasan yang jelas, memperburuk ketimpangan, serta mengancam hak-hak masyarakat adat atas tanah dan kehidupan mereka. Oleh karena itu, masyarakat Papua harus bersuara, melawan, dan menolak RUU TNI demi menjaga hak, keadilan, dan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

By. M. Y

#TolakRUUTNI
#PapuaBukanMiliter
#LawanDominasiMiliter
#JagaHakMasyarakatAdat
#DemokrasiUntukPapua
#StopEksploitasiPapua
#PapuaButuhKeadilan
thumbnail

Cerita Kita Di Ogeiye Piyaiye

 
Di pengunungan tengah Papua, terdapat sebuah desa kecil bernama Ogeiye Piyaiye. Kampung ini terletak di kaki gunung yang hijau dan subur, dengan sungai yang jernih dan berkelok-kelok.

Aku lahir dan dibesarkan di Kampung ini. Ayahku adalah seorang pemburu yang terkenal di desa kami. Ia memiliki pengetahuan yang luas tentang hutan dan binatang-binatang yang hidup di dalamnya.

Suatu hari, ayahku memutuskan untuk mengajakku berburu ke hutan. Aku sangat bersemangat karena ini adalah pengalaman pertamaku berburu bersama ayahku.

Kami berangkat pagi-pagi, membawa anak panah dan peralatan berburu. Ayahku mengajarkanku cara memilih jalur yang tepat, cara mendengarkan suara binatang, dan cara menembak dengan tepat.

Setelah beberapa jam berjalan, kami tiba di sebuah tempat yang terbuka. Ayahku menunjukkan kepadaku seekor kasuari yang sedang makan buah di pohon.

Aku sangat terkesan dengan keindahan burung itu. Ayahku meminta aku untuk menembak, tapi aku ragu-ragu. Aku tidak ingin membunuh burung yang indah itu.

Ayahku memahami perasaanku. Ia mengatakan bahwa berburu bukan hanya tentang membunuh binatang, tapi juga tentang menghormati dan menghargai alam.

Kami memutuskan untuk tidak menembak kasuari itu. Sebaliknya, kami memilih untuk mengamati dan menghargai keindahannya.

Saat itu, aku menyadari bahwa Ogeiye Piyaiye bukan hanya Kampung kami, tapi juga rumah bagi banyak binatang dan tumbuhan yang indah. Aku berjanji untuk selalu menghormati dan menghargai alam.

Sejak itu, aku menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Aku juga menjadi lebih menghargai kebudayaan dan tradisi desa kami.

Ogeiye Piyaiye, anak itu negeri kami. Kami harus menjaganya dengan baik untuk generasi mendatang.
thumbnail

Penolakan program Pemerintah MBG


Dok Photo Aksi Penolakan Makanan Bergizi gratis MBG oleh Pelajar dari jenjang TK s/d SMA/SMK di Kab. Paniai


Dalam sebuah acara di Kabupaten Paniai, siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK, melakukan aksi penolakan terhadap program pemberian makanan bergizi secara gratis. Aksi ini mengejutkan banyak pihak dan memicu berbagai spekulasi tentang alasan di balik penolakan tersebut.


Dan Siswa meminta kepada pemerintah Daerah dan pusat bahwa berupa Pendidikan gratis artinya" sepenuhnya pendidikan gratiskan Kita memili Uang uang yang pemerintah upayakan makanan itu ganti dengan melengkapi fasilitas Sekolah mustinya mempersiapkan guru yang mutuh dan lain sebagainya  itu yang keluang keluang yang dibutuhkan oleh siswa/Sisilia dari berbagai jenjang pendidikan siswa/I tersebut. 



Beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka merasa makanan yang disediakan tidak sesuai dengan selera dan kebiasaan mereka. Mereka lebih memilih makanan yang lebih mereka kenal dan nikmati. Di sisi lain, ada juga siswa yang berargumen bahwa program tersebut tidak melibatkan mereka dalam perencanaan dan pemilihan menu, sehingga mereka tidak merasa memiliki keterikatan dengan makanan yang disediakan oleh pemerintah pusat dalam hal ini struktur pemerintahan Presiden (Prabowo Subianto)



Tindakan ini mencerminkan pentingnya lawan sistem yang di jalankan oleh rezimnya sistem pemerintah Prabowo dalam setiap program tidak masuk akal yang dijalankan ini, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan dan nutrisi. Sebenarnya sisiwa/I dari berbagai jenjang pendidikan Di papua membutuhkan pendidikan yang mutuh bukan makanan yang tdk masuk akal. Karena papua ini kaya akan sumber daya alam sehingga orang sisiwa mereka telah,  sedang dan akan menjamin makanan yang lokal yang merekan punya hasil berkebun, nelayan dan sesuai dgn nafkah keluarga mereka masing-masing sehingga tidak perlu lagi butuh makanan bergizi gratis (MBG) 


Akhirnya, Aksi ini pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu dilakukan untuk mencari jalan tengah dan memastikan bahwa kebutuhan serta keinginan siswa diperhatikan dalam program-program Pendidikan, kesehatan program program yang dibutuhkan depannya.

thumbnail

Papua Itu Surga, Tapi Berbahaya bagi Pemiliknya



Di sebuah pulau yang terletak di timur Indonesia, terdapat sebuah daerah yang begitu indah, kaya akan keanekaragaman hayati, budaya, dan keindahan alam yang mengagumkan bernama Papua. Dari puncak pegunungan yang menjulang tinggi hingga pasir putih yang membentang di sepanjang pantai, pulau ini adalah surga bagi para wisatawan yang mencari petualangan.

Namun, di balik keindahan tersebut, terdapat kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh penduduk asli Papua (indigenous people). Mereka, yang dikenal dengan kelestarian budayanya dan kearifan lokalnya, sering kali terjerat dalam konflik dan eksploitasi. Sumber daya alam yang melimpah, seperti emas dan mineral lainnya, menjadi magnet bagi para investor yang datang untuk mengeksploitasi kekayaan tanah Papua, tanpa memperhatikan nasib masyarakat lokal.

Di Kampung kecil bernama Anoarop, hiduplah seorang pemuda bernama Daniel. Sejak kecil, Daniel sangat mencintai tanahnya. Ia sering mendaki gunung, menjelajahi hutan, dan berenang di sungai yang jernih. Baginya, setiap sudut Papua adalah surga. Namun, kehidupan sehari-hari keluarganya banyak dipenuhi tantangan. Ia melihat orang-orang yang seharusnya menikmati hasil bumi mereka justru terpinggirkan dan tersisih oleh perusahaan-perusahaan yang datang mengklaim tanah mereka dengan janji-janji palsu.

Suatu ketika, ketika Daniel sedang berbincang dengan ayahnya, mereka menerima kabar bahwa sebuah perusahaan besar berencana untuk mengeksplorasi tambang emas di dekat desa mereka. Rasa cemas menyelimuti hati Daniel. Ia tahu, jika tambang dibuka, keindahan alam di sekitar mereka akan hancur, dan masyarakat akan kehilangan tempat tinggal serta sumber penghidupan.

“Papa, kita tidak bisa membiarkan ini terjadi! Kita harus berjuang untuk tanah kita!” seru Daniel penuh semangat.

Ayahnya menatap putranya dengan tatapan penuh harap, namun juga penuh kekhawatiran. “Anakku, perjuangan ini tidaklah mudah. Banyak orang yang terjebak dalam janji manis perusahaan. Mereka akan datang dengan kekuatan dan uang. Kita harus hati-hati.”

Namun, hati Daniel tak bisa dibendung. Dia mengorganisir pemuda-pemuda Kampung untuk berkumpul dan berdiskusi tentang nasib tanah mereka. Agusta, seorang guru di Kampung itu, ikut bergabung. Dia memberi mereka spirit dan pengetahuan tentang hak-hak mereka sebagai pemilik tanah. Daniel merasa semangat juangnya semakin membara.

Hari-hari berlalu, dan Daniel bersama teman-temannya semakin aktif menyuarakan penolakan terhadap eksploitasi tanah mereka. Mereka membuat spanduk, mengadakan pertemuan, dan menyusun rencana untuk berdialog dengan pihak perusahaan. Namun, semakin mereka bersuara, semakin kuat tekanan yang mereka rasakan. Ancaman demi ancaman datang dari kelompok yang mengklaim diri sebagai pengawal proyek tersebut. Mereka adalah TNI/Porli Indonesia.

Suatu malam, ketika Daniel pulang dari pertemuan, dia melihat bayangan mencurigakan di tepi jalan. Jantungnya berdegup kencang, dan tanpa berpikir panjang, dia berlari pulang, berteriak memanggil ayahnya. Keluarga mereka terpaksa bersembunyi, menjauhi ancaman yang mengintai.

Hari demi hari, semakin banyak penduduk yang takut untuk berbicara. Namun, semangat Daniel tidak padam. Ia tahu, jika mereka menyerah, surga yang mereka cintai akan hancur. Dengan keberanian yang tersisa, dia mengajak penduduk untuk berkumpul di kampung itu dan mengadakan aksi damai, menyuarakan kebencian mereka terhadap eksploitasi.

Daniel berdiri di depan kerumunan, berseru, “Papua ini adalah rumah kita! Kita tidak bisa membiarkannya diambil oleh orang-orang yang tidak mengerti arti tanah ini! Kita harus bersatu!”

Aksi tersebut mungkin tidak mengubah keadaan secara langsung, tetapi suara Daniel dan penduduk Kampung mulai terdengar hingga ke telinga orang-orang luar. Beberapa media mulai meliput, dan perhatian publik pun mulai tertuju pada apa yang terjadi di Aroanop.

Namun, risiko yang dihadapi Daniel dan masyarakatnya semakin meningkat. Laporan-laporan mengenai intimidasi terus datang, tetapi Daniel tetap teguh pada pendiriannya. “Kami akan memperjuangkan hak kami, meski nyawa menjadi taruhannya,” ujarnya dalam sebuah wawancara.

Kesadaran mulai menyebar. Banyak orang dari luar berdatangan untuk memberikan dukungan bagi perjuangan mereka. Perlahan, kekuatan masyarakat bangkit, dan banyak yang mulai memahami betapa berharganya tanah Papua. Masyarakat internasional mulai memberi tekanan kepada pemerintah dan perusahaan untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun perjuangan, perusahaan itu Semaking bertambah tumbuh. Masyarakat Aroanop menyerah atas   hak-hak mereka. Daniel menyadari bahwa surga yang mereka miliki harus dijaga dengan usaha dan kerja keras, meski itu datang dengan risiko. Dia tahu, Papua adalah surga bukan hanya karena keindahan alam, tetapi juga karena keberanian masyarakatnya untuk melawan ketidakadilan.

Tetapi, pihak ketiga yang ambil kendalih mereka adalah pemerintah daerah sampai pusat mereka adalah kaki-tangan dari pihak kapitalis local dan adikuasa atas orang pribumi/ (indigenous people) mestinya mereka menyadari bahwa harus hargai dan hormat sebagai hak-hak pribumi sebagai pewaris negeri mereka.

Dengan setetes air mata bahagia, Daniel menatap langit Papua yang cerah. “Kami akan terus berjuang, bukan hanya untuk kami, tetapi untuk generasi yang akan datang,” katanya, penuh harapan. Surga ini adalah tanggung jawab setiap anak Papua, dan mereka akan terus menjaga keindahan dan kearifan tanah mereka.

Surabaya, 13 Feb 2025

 

 

thumbnail

KEHIDUPAN DALAM PILOSOPI LENGSA ESTETIKA.

Seorang anak laki-laki Berna Sepanya di Sebuah kampung yang Melodi Dalam Warna kehidupan 

Di sebuah Kampung kecil yang terletak di pinggir pegunungan, tinggal seorang pemuda bernama Sepanya Sejak kecil, Sepanya terpesona oleh suara alam di sekitarnya. Suara gemerisik dedaunan, aliran sungai, dan nyanyian burung saat pagi hari selalu berhasil menghanyutkan pikirannya. Ia percaya bahwa alam memiliki melodi yang kaya, dan ia ingin menggarapnya menjadi sebuah karya musik.

Suatu hari, di tengah kebun yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang, Sepanya memutuskan untuk mengumpulkan berbagai suara alam yang ada. Ia membawa alat musiknya, sebuah gitar tua yang diwariskan oleh kakeknya, dan berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok.

Langkah pertama membawanya ke tepi sungai, di mana suara aliran air terdengar jernih. Sepanya mulai memainkan petikan gitar, menyesuaikan nadanya dengan irama air yang mengalir. Ia merasakan betapa harmoninya petikan gitarnya menyatu dengan suara alam. Seakan alam menyanyikan lagu yang sama bersamanya.

Dari tepi sungai, Sepanya melanjutkan perjalanan menuju hutan. Di sana, suara burung berkicauan menjadi latar belakang yang menggembirakan. Dengan energik, ia menambahkan beberapa nada ceria ke dalam permainan gitarnya. Setiap kicauan burung membuatnya terinspirasi untuk menyusun melodi baru, seolah hewan-hewan kecil itu mengikuti setiap petiknya.

Di tengah perjalanan, Sepanya menemukan sebuah padang bunga yang penuh dengan warna-warni cerah. Ia terpesona melihat kupu-kupu berterbangan, menari di antara bunga-bunga. Sepanya berhenti sejenak dan teringat, bahwa setiap warna bunga memiliki maknanya sendiri. Ia pun mulai menggubah nada-nada yang lembut, seakan menciptakan simfoni untuk menghormati keindahan alam.

Saat matahari mulai terbenam, Sepanya menuju puncak bukit yang menghadap ke desa. Di sana, ia duduk dan memandang hamparan langit yang berubah menjadi warna oranye, merah, dan ungu. Suara angin berbisik lembut di telinganya. Dalam momen itu, Sepanya merasakan kedamaian yang mendalam. Ia mulai bermain gitar lagi, mengalunkan nada-nada yang tenang, menciptakan melodi yang bercerita tentang perjalanan hari itu—keindahan yang ia temui, suara yang ia dengar, dan warna yang ia saksikan.

Ketika malam tiba dan bintang-bintang mulai bermunculan, Sepanya merasakan bahwa ia telah menciptakan sesuatu yang spesial. Semua suara dan warna alam yang ia rekam dalam kenangan kini terjalin dalam sebuah melodi yang unik. Dengan penuh semangat, ia kembali ke desa dengan harapan untuk membagikan karyanya kepada penduduk desa.

Pada malam perayaan desa, Sepanya melangkah ke panggung kecil yang disiapkan. Ia melihat wajah-wajah penuh harapan dari penduduk desa yang ingin mendengar suaranya. Dengan percaya diri, ia mulai memainkan gitar dan menyanyikan melodi yang telah ia ciptakan, menggabungkan suara alam dengan perasaan yang ada di dalam hatinya.

Malam itu, ketenangan dan keindahan alam seolah hadir dalam setiap nada yang Sepanya lantunkan. Semua orang terdiam, menikmati keajaiban yang timbul dari kolaborasi antara manusia dan alam. Setiap suara, setiap petikan gitar, dan setiap lirih nyanyian membentuk sebuah narasi magis tentang harmoni yang selama ini tersembunyi.

Ketika lagu terakhir berakhir, tepuk tangan bergemuruh, dan Sepanya merasa bahwa ia telah menemukan tujuannya. Musik tidak hanya sekadar nada, tetapi juga tentang menangkap esensi dari alam dan mengungkapkannya. Di dalam berbagai warna yang ada, Sepanya menemukan makna yang lebih dalam—bahwa ada keindahan dalam kebersamaan antara manusia, alam, dan musik.

Sejak hari itu, Sepanya menjadi penggubah musik yang dikenal di seluruh Kampung. Ia terus menciptakan lagu-lagu yang menggambarkan keindahan alam, berharap agar anak-anak muda di desanya pun bisa merasakan dan menghayati harmoni yang ada di sekitar mereka. Dengan setiap melodi yang diciptakannya, Sepanya mengajak semua orang untuk terhubung kembali dengan alam dan menemukan keindahan dalam warna-warna yang ada.

thumbnail

DALAM KEBIMBANGAN ARA KEHIDUPAN.

Seorang Gadis Bernama Sepina Di sebuah Kampung

Di sebuah Kampung kecil yang penuh dengan kehidupan, hiduplah seorang gadis bernama  Sepina. Sejak kecil, Sepina memiliki segudang mimpi yang ingin dicapai. Namun, semakin ia tumbuh dewasa, semakin banyak pilihan yang harus dihadapi, dan semakin jelas baginya bahwa ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia inginkan.

Setiap pagi, Sepina  pergi ke sekolah dengan senyum di wajahnya. Teman-temannya tampak percaya diri, mereka tahu apa yang ingin mereka capai. Ada yang bercita-cita menjadi dokter, ada yang ingin menjadi seniman, dan ada pula yang merencanakan untuk kuliah di luar negeri. Namun, di dalam hati Sepina, bergejolak sebuah kebingungan.

Suatu hari, di akhir pelajaran seni, guru mereka menunjukkan beberapa karya seni dari berbagai seniman terkenal. "Karya-karya ini lahir dari keinginan dan keberanian untuk mengejar apa yang mereka cintai," ujarnya sembari memegang lukisan berwarna cerah.

        Sepina menatap lukisan itu, merasa terpesona. Namun, saat teman-temannya bersemangat berdiskusi tentang bagaimana mereka ingin berkarya, Sepina justru terdiam. Ia merasa kosong, seolah ada sebuah jurang di antara dirinya dan passion yang mereka miliki. Apa yang sebenarnya ia inginkan? 

    Malam harinya, Sepina  duduk di meja belajarnya dengan buku-buku terbuka di depan mata. Ia mencoba membuat daftar tentang apa yang ia sukai. Namun, hanya satu kata yang muncul di benaknya: "tidak tahu." Frustrasi mulai merayap dalam dirinya. Ia merasa terjebak dalam kebingungan yang tak berujung.

        Hari itu pun berlalu, dan hari-hari berikutnya juga tak memberikan kejelasan. Sepina mulai menarik diri dari teman-temannya, merasa seperti orang asing di dunia yang seharusnya akrab baginya. Suatu sore, saat berjalan sendirian di taman, ia teringat akan hobi lamanya—menggambar. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil seperangkat alat menggambar dari rumah dan kembali ke taman itu.

        Dengan setiap goresan pensil di atas kertas, Sepina  merasakan sesuatu yang telah lama hilang. Sebuah ketenangan menyelimuti jiwanya. Ia menggambar segala hal yang ada di sekitarnya—pepohonan, langit, hingga senyuman anak-anak yang bermain. Dalam kesunyian dan kebebasan itu, ia mulai menyadari bahwa mungkin tidak perlu terburu-buru menemukan jawaban.

    Hari demi hari, Sepina  menghabiskan waktu di taman menggambar. Ia tidak lagi merasa tertekan untuk menemukan apa yang diinginkannya. Alih-alih, ia belajar menikmati prosesnya. Ia mulai menghadiri kelas seni di sekolah, berkenalan dengan teman-teman baru, dan merasa bahwa hidupnya memiliki warna yang dulu seakan hilang.

    Seiring waktu, kebingungannya perlahan sirna. Sepina masih belum sepenuhnya tahu apa cita-citanya, tetapi ia sadar bahwa setiap langkah kecil menuju hal yang ia cinta adalah bagian dari perjalanan itu sendiri. Ia tidak lagi merasa terasing, dan dalam ketidakpastian, ada keindahan yang dapat ditemukan.

        Ketika Sepina  melangkah maju, ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa hidup adalah tentang eksplorasi. Ia mungkin tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkannya saat ini, tetapi untuk pertama kalinya, ia menerima kebimbangan itu. Dan dalam penerimaan itulah, Sepina  menemukan kebahagiaan yang sederhana—menjadi dirinya sendiri, tanpa harus mencari-cari jawaban yang tidak selalu harus ada.


thumbnail

Refreksi penguna media TikTok, bagi generasi X papua.

 

Judul: Refreksi penguna  media TikTok, bagi generasi X papua.



Plot ilustrasi.

Di sebuah Kampung kecil di Papua, terletak di samping hutan lebat dan gunung-gunung hijau, hiduplah seorang remaja bernama  Menase . Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, Menase  adalah salah satu dari banyak anak muda Papua yang terpesona dengan teknologi, terutama aplikasi TikTok.

Setiap sore, setelah pulang sekolah, Menase  tidak langsung membantu orang tuanya di ladang. Sebagai gantinya, dia meluangkan waktu berjam-jam di depan layar ponsel tuanya, menonton video TikTok. Mengambil inspirasi dari berbagai konten, ia berusaha menciptakan video yang menarik untuk diunggah. Dalam benaknya, TikTok bukan hanya sekadar hiburan; itu adalah jendela ke dunia yang lebih luas di luar kehidupannya yang sederhana.

Menase sangat terpesona dengan berbagai tantangan dan tarian yang viral. Meskipun akses internet di desanya terbatas, ketika jaringan cukup baik, dia bergegas membagikan video dengan tema budaya Papua, seperti tarian tradisional atau lagu-lagu daerah. Dia berharap video-videonya dapat mengenalkan keindahan budaya Papua kepada dunia luar.

Namun, tidak semua orang di  Kampung Menase mendukung kegiatannya. Beberapa orang tua merasa khawatir bahwa TikTok merusak generasi muda mereka. Mereka berargumen bahwa anak-anak lebih baik fokus belajar dan melestarikan tradisi daripada terjebak dalam dunia media sosial yang dianggap mengalihkan perhatian. Terkadang, Menase mendengar bisikan skeptis ketika dia berjalan di sekitar desa. "Anak muda sekarang lebih suka menghabiskan waktu di  layar  daripada belajar dari pengalaman nyata," keluh seorang Orang tua di Kampung.

Suatu hari, saat Menase mengunggah video tarian bersama teman-temannya ke TikTok, video tersebut mulai mendapatkan perhatian. Dalam waktu sekejap, ribuan orang menyaksikan dan memberikan komentar. Menase  merasa bangga dan bangga bisa menunjukkan budaya Papua. Namun, ketenaran itu datang dengan konsekuensi yang tidak terduga.

Komentar-komentar mulai bermunculan. Beberapa positif, memuji keindahan tarian dan budaya Papua. Namun, tidak sedikit juga yang negatif. Beberapa komentar merendahkan, mempertanyakan mengapa Menase dan teman-temannya lebih memilih menunjukkan budaya mereka dalam bentuk tarian TikTok daripada melestarikannya dengan cara yang lebih tradisional. Beberapa menuduh mereka hanya mencari perhatian, tanpa memahami nilai sejati dari budaya mereka sendiri.

 

Dihantui oleh berbagai komentar tersebut, Menase merasakan beban di hatinya. Dia mulai bertanya-tanya: Apakah dengan berpamer di TikTok, artinya dia mengabaikan nilai budayanya? Apakah dunia luar akan mengenali Papua dengan cara yang sederhana seperti itu? Day-to-day, keraguannya semakin membesar.

Satu malam, Menase pergi ke tepi sungai, tempat ia sering merenung saat bingung. Dengan air yang mengalir tenang dan suara alam sekitarnya, dia mulai merenungkan kehidupannya. Dia teringat pada momen bersama orang tuanya yang mengajarinya cara menari dan menyanyikan lagu tradisional. Dia teringat pada cerita-cerita yang didengar dari kakek dan neneknya tentang bagaimana adat dan budaya merupakan jati diri mereka sebagai orang Papua.

Malam itu, Menase  membuat keputusan. Dia akan menggunakan platform TikTok bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mendidik dan melestarikan budaya Papua. Dia mulai merencanakan video yang bercerita tentang cerita rakyat, mengajarkan tarian tradisional dengan penjelasan mengenai makna di balik setiap gerakan, dan berbagi kisah tentang kehidupan sehari-hari di desanya.

Ketika video-videonya yang baru mulai diunggah, respon yang dia terima sangat berbeda. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia memberikan dukungan dan menghargai upayanya untuk mengenalkan budaya Papua secara mendalam. Tanpa dia sadari, TikTok telah menjelma menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas.

Menase akhirnya menyadari bahwa setiap platform memiliki potensi. Yang terpenting adalah bagaimana kita menggunakannya. Media sosial tidak harus merusak budaya, asalkan kita dapat menggunakannya untuk merayakan dan melestarikan warisan kita.

Tiga bulan kemudian, Menase berdiri di depan kamera, dengan latar belakang hutan yang lebat. Dia tersenyum, bersemangat. Ini adalah video terbarunya, di mana dia akan mengajarkan tarian tradisional kepada penonton, disertai cerita-cerita yang mendalam tentang kultur Papua. Dengan semangat baru, Menase mengangkat ponselnya dan mulai merekam, yakin bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang penting, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

 

 

 

 

Catatan penting dari Plot ilustrasi diatas:

Penulis dengan penuh cermati dari beberapa dekade yang silam dan secara continues ini sangatlah luar biasa dengan adanya mudah aksess internet platform Tiktok adalah generasih x zaman sekarang ini lebih banyak interasi di media Tiktok. Dibanding interaksi dengan luar/ dunia nyata.

Dengan adanya peningkatan aksesbilitas internet dan praform media sosial ini generasi x sekarang bukan hanya media yang interasi bersifat upload video/image, dan text saja tetapi dengan adanya peningkatan penguna media Tiktook generassi x bisa melaksanakan dengan beberapa tips berikut ini:

1.       1. Pendidikan dan Penyebaran Informasi: Generasi X dapat menggunakan TikTok untuk mengedukasi masyarakat tentang masalah yang relevan, seperti kesehatan, hak asasi manusia, pendidikan, dan pelestarian budaya. Konten edukatif yang menarik dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di kalangan pengguna.


2.Pelestarian Budaya: Dengan membuat video tentang tarian tradisional, musik, pakaian, dan adat istiadat Papua, generasi ini dapat berkontribusi dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya mereka kepada khalayak yang lebih luas.


3. Peluang Ekonomi: TikTok menyediakan kesempatan untuk monetisasi konten. Generasi X dapat menghasilkan pendapatan dari konten mereka melalui sponsor atau iklan, yang dapat membantu kesehatan ekonomi pribadi atau mendukung proyek komunitas.


4.       Ekspresi Diri: TikTok memberikan ruang bagi generasi untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Ini penting untuk pengembangan identitas dan rasa percaya diri, memberi mereka saluran untuk berbagi pengalaman dan pandangan individu.


5.       Sarana Aktivisme: Platform ini dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia. Generasi X dapat menggunakan video untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting yang dihadapi masyarakat Papua.


6.       Keterlibatan Komunitas: Dengan membagikan konten yang relevan terhadap kehidupan sehari-hari di Papua, generasi X dapat membangun komunitas online yang saling mendukung, berbagi informasi, dan mengatasi tantangan bersama.


7.       Tren dan Inovasi: Membuka peluang untuk mengikuti dan menciptakan tren baru yang relevan dengan budaya lokal, memungkinkan generasi ini untuk mengintegrasikan elemen-elemen dari budaya mereka ke dalam platform modern.

Dengan memanfaatkan TikTok secara positif, generasi X Papua dapat berkontribusi pada pengembangan diri, komunitas, dan pelestarian budaya mereka, sambil tetap terhubung dengan dunia yang lebih luas.

 

Surabaya, 05 February 2025

Penulis: (Dance Yumai)

(Mahasiswa Papua Jurusan Sastra)

 

 

 

 

 

thumbnail

You are Apple of My eyes

 

Setiap orang pasti mempunyai seseorang yang sangat penting dalam hidupnya, entah ayah, ibu, kakak, adik, teman dekat, pasangan, atau siapapun.
Sebenarnya ungkapan you are apple of my eye merupakan sebuah frase atau ungkapan dalam bahasa inggris, yang berarti 'someone whom cherish you all other above'.
Menurut ungkapan bahasa inggris, you are apple of my eye memiliki arti yaitu engkau segalanya segalanya bagiku.
Kalau dimaknai mungkin seperti ini maknanya "seseorang yang benar-benar kamu sayang lebih dari yang lainnya".
Asik.. 😘

thumbnail

The climbing in the mountain of middle mountain's of papua one of the part of the kemandoga/degeuwodide border of paniai intan jaya territory

Picture 1 This is break time to rest a few minutes and eate the potato, taro or other species of typical foood , this place is in the Top Mountain of Toyakaugito.

the "Pugiaitaka" is the term for the name of the path over mountain in me language, Then not just Pugiaitaka, but also other path also around here, each of those
I want to mention below there are " path  name of "Makataka, Badoutaka, Wodogoutaka, Pugiaitaka, Tiyotaka and Muyagitaka etc. there are territory of the green highland of mountain path limited of Intan Jaya and Paniai regency. Eastern from center of paniai and wester from intan jaya the name of the mountain is "Kunisi and Munimantoka" that is the name of the local people, and the mountain is located on the border in the regency of Intan j Jaya and Paniai.
So, the Pugiaitaka is famous mane of the local people, path on the mountain then this path is main
path to access of the Degeuwo to Paniai, the path is still be existed to now day's, because access to
paniai degeuwo modern road is still not established. So, whoever local society are they walking on
the path of the over mountain.

How I could be traveling the mountain of Pugiaitaka

Picture: 2 This is the indigenous women went to on the path in Pugiaitaka.


Yes, of course. If you have to plane to climbing to the path of the Pugiaitaka, for the firs you have to prepare some food for lunch in the way. And additional tolls you have to also a bag, of

"noken" the noken is tolls of stuff the noken andput of on the head, In to the noken is varienty of tools as like typical food, clothes and some important tolls to bring. Why? Writer said must to prepare the important tolls before walking on the path, because there are walking started from in the morning to afternoon on the path to walking as a full day. To walking under wood of rainforest. Their environment are climbing up a small mountain, across the medium the jump to big and high rock climb to under etc. so before started to waling preparing to complete as must bester way. To arriving be safety and target to time.

The footpath as ap long way from the Degeuwo to Paniai there are not just Pugiaitaka but we shoul be walking others path of writer mentions above, there are one of the solutions to access to paniai egeuwo while time, before fulfillment modern road will making intan jaya to paniai.

Beside the footpath we have the Adata Bridge

thumbnail

Menemukan Kapatitas Sebagai Kekuatan dirimu Yang sesunggunya

 

“Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik. Kekuatan berasal dari kemauan yang gigih” Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.

Karena saat kita kaya bukan berarti kita bisa mengaku bahwa hati nurani kita benar tanpa menjalani disiplin apapun sehingga banyak ketidakjujuran terjadi di dunia yang membingungkan ini.

Suka cita terletak pada perjuangan, usaha, termasuk dalam penderitaan, bukan pada kemerdekaan itu sendiri.

Kebebasan individu dan kesaling-tergantungan keduanya penting dalam hidup bermasyarakat.

Adalah martabat manusia kehilangan kepribadiannya dan menjadi tidak lebih daripada sebuah roda gigi pada mesin. Satu-satunya penguasa yang saya akui di dunia ini adalah ‘suara hening kecil’ di dalam hati.

Semuanya berjalan baik meskipun segala sesuatu tampaknya salah sama sekali jika anda jujur terhadap anda sendiri. Sebaliknya, semuanya tidak baik bagi anda walaupun segala sesuatu kelihatan benar, anda tidak jujur terhadap anda sendiri.

Bukankah sejarah dunia menunjukkan bahwa tidak ada romantika kehidupan jika tidak ada resiko? ”

Sasaran pernah menjauh dari kita. Semakin besar kemajuan, semakin besar pengakuan atas ketidaklayakan kita. Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha penuh adalah kemenangan penuh.

Lanjut, oleh sebab itu, jalanilah narar kata hati anda yang  otentik, karena disitulah kamu akan menemukan keperibadian murni andah dan cinta sejati ada, meskipun ujung-ujungnya terkadang mengkawatrikan hasil usaha yang andah jeri-upayakan.

Karena, dunia ini kita tidak mengharapkan hasil usaha yang kita capai, tetapi bagimana cara kita menghadapi zona dimana tantangan ini menghadapi didepan mata kita dan meresponi dengan hati narar kita yang sesunggunya.

Penutup, kekuatan kepiribadian kita yang sesunggunya ialah bukan body fisik, bukan juga kesehatan yang baik. namun, kekuatan yang sesunggunya adalah mengikuti alur kata hati nurani kita dan bahwa sadar hati kita dengan sesunggunya disitulah kita akan menemukan kekuatan keperibading kita yang sesunggunya.

salam waras 

Ikuti Alur kata hati adalah kekuatan ada yang sebenarnya.


thumbnail

Jangan Terlena "Kau Papua", Bangsamu Sedang Mati!

 

Oleh: Willy Sardi

Saya sebagai orang Melayu, yg lahir di Jakarta,  yg mempelajari ilmu-ilmu sosial dan belum lama tinggal di Papua ini sedang melihat kamu terlena tetapi sesungguhnya  kamu sedang mati, bangsa kamu akan segera tinggal cerita.  


Karena itu,  saya hanya mau memberitahukan tanda2 kematian masa depan anda secara pribadi dan bangsamu di masa depan.  Saya cukup beritahu dan anda sendirilah cari solusinya, apa solusi yg tepat atas kondisimu,  kondisi bangsamu. 


Berikut tanda-tanda kamu orang Papua dan bangsamu akan tinggal cerita segera: 


Pertama, kalian,  orang Papua kini punya satu musim baru. Musim yang tak banyak saya jumpai di Jawa, bahkan dalam buku sejarah.  Bukan hanya musim matoa,  musim kemarau atau musim mangga,  musim muntaber untuk anak-anak kalian. Tapi,  musim baru kalian adalah musim kematian tiba-tiba. Hari-hari ini,  tidak hanya pimpinan gereja kalian saja yang mati tiba-tiba tetapi lihatlah di sekeliling anda,  banyak orang Papua mati tiba-tiba.  


Tidak ada yang tahu pasti penyebab musim baru itu.  Mereka mati misterius. 


Kedua,  ini lanjutan dari yang nomor satu di atas.  Kalian orang Papua kini punya satu penyakit baru yang belum banyak dijumpai di dunia kedokteran modern.  Penyakit itu ialah penyakit "jatuh". Para pemimpin gereja kalian mati karena penyakit "jatuh". Ini penyakit berbahaya. 

 

Coba kalian,  orang Papua renungkan,  Pastor Nato Gobay, jatuh tiba-tiba di kamar mandi dan meninggal. Itu setelah 30 menit sebelumnya memimpin ibadah di salah satu gereja katolik di Nabire sana. 


Pastor Yulianus Mote, dikabarkan jatuh pingsang tiba-tiba di bandar udara wamena saat berangkat dari Jayapura ke Wamena. Ia berobat ttp tdk tertolong dan meninggal. 


Pastor Neles Tebay jatuh tiba-tiba di ruang kuliah di salah satu kampus calon imam di Jayapura. Ia berobat dan tdk tertolong dan kemudian meninggal.


Kemudian, Uskup Timika,  Mgr. John Philip Saklil jatuh di halaman rumah uskup dan meningal. Ia meninggal setelah sebelumnya memimpin misa.  


Kalian,  orang Papua tahu bahwa mereka jatuh karena mereka ini pimpinan umat dan informasinya disebarkan. Coba cari tahu dan hitung sekeling anda,  berapa orang lain lagi yang mati dengan model ini.  Banyak.  


Ketiga, para pimpinan kalian mati misterius. Dalam sejarah yang saya pelajari, kematian pemimpin adalah pukulan telak,  ia adalah kematian sebuah komunitas,  kematian bangsa. Kematian pemimpin adalah duka panjang, bukan karena semata2 kehilangan fisik tetapi ia membawa pergi ide,  gagasan,  semangat, dan visi. 


Mereka yang meninggal saat2 ini adalah pemimpin gereja. Banyak pemimpin kalian di birokrasi dan politik juga mati misterius, ada yang pelan2, ada yang mati seketika.  Kalian tahu,  Arnold Ap,  Theys,  Gubernur Salosa, Wospakrik,  Agus Alua,  dan anda pasti tahu yang lain. Yang wajar adalah meninggal normal karena sakit atau sudah umur tua.  


Anda pasti tahu yg mati berlumuran darah, pasti banyak.  Ini yg misterius.. 


Keempat, kalian banyak doktor dan master. Sarjana berlimpah. Ada tamatan luar negeri,  ada tamatan dalam negeri dan ada yg tamat di tengah realitas yang membunuh kalian di Papua.  


Tp,  kalian diam atas masalah2 bangsamu yang sudah stadium empat ini,  jika itu adalah penyakit.. 


Gelar kalian hanya di atas kertas,  tak bisa buat apa2 untuk tanah airmu. Anda hanya urus perutmu,  anda hanya urus jabatanmu,  anda terhanyut dalam rutinitasmu dan tepuk dada, bangga dgn gelarmu.  


Anda tidak menulis, anda tidak buat kajian,  anda tidak berjuang, anda jijik berada di jalanan untuk melawan,  anda tidak menjadi diplomat,  anda tidak urus tanah adatmu,  anda tidak mendidik kaummu. 


Itu artinya,  anda memang ingin membiarkan bangsmu mati atau gelarmu hanya di atas kertas dan tidak belajar sungguh2 untk mengerti realitasmu.  


Apakah anda sengaja ataupun tidak paham, yang jelas, saya mau memberitahu bahwa,  ketika orang sekolah (doktor,  master,  dan sarjana) diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan.  Matinya aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa.  


Kelima, orang Papua lupa budaya. Budaya bukan sekedar pakaian adat,  tapi keseluruhan tatanan  kehidupan: religi, sistem politik,  mata pencaharian,  kesenian,  peralatan,  bahasa,  sistem dan pengetahuan. 


Kalian gemgang erat2 segala yang baru datang.  Lalu,  kalian lupa diri dan terlena dan mereka ambil apa yang kalian tinggalkan.


Jangankan budaya,  anda tinggalkan mamamu sendiri,  anda pergi kawin dengan yang putih. Yang putih dan semua yang datang dari luar lebih baik.  Itu cara anda membunuh mamamu,  budayamu dan masa depan bangsamu secara pelan tapi pasti. 


Keenam, kalian pemalas dan hidup dari belas kasihan dan judi.  Kalian, orang Papua itu saya amati pemalas,  duduk saja,  cerita-cerita saja,  habiskan waktu. Jalan minta sana minta sini sama saudara lain, harap sana harap sini. Setelah dapat uang habiskan saat itu juga,  sisanya main judi,  togel. Uang habis jalan minta  lg ke saudara padahal sudah sarjana, padahal sehat dan badan kuat,  padahal hutanmu luas, tanahmu subur.  


Satu pemuda bisa habiskan uang 3 atau 4 juta dalam satu bulan. Uang itu dapat dari mana, sedangkan ia tidak punya pekerjaan,  tidak punya kebun,  tidak punya ternak? Jawabannya adalah ia dapat dari belas kasihan orang lain dan judi. 


Saya ketemu dua pemuda di Kantor Gubernur. Tas mereka berisi. Saya ajak cerita, apa yang mereka isi dan apa kerja mereka.  Yang mereka isi adalah proposal dan buku togel. Mereka begitu polos,  saya amati mereka keliling jual2 proposal dari satu ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur. Mereka tidak bekerja, satu orang sarjana dan satunya lagi pemuda.  


Satu kesempatan,  saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah Hitam. Kami pendatang dua orang dan mereka anak Papua tiga orang. Kami dibayar masing2 orang Rp. 4.700.000. Satu minggu kemudian,  saya tanya, masih adakah yang itu?  Uang mereka sudah habis.  Satu orang beralasan,  uang itu bayar spp adiknya. Satu lagi,  bagi-bagi dengan keluarga.  Satu lagi yang parah,  ia mengesal karena uang itu habis minum dan main togel. 


Tidak banyak orang Papua yang saya jumpai hargai proses dan tekun serta hemat. Sebagian hanya mau cepat jadi dan kejar yang besar,  tidak ada usaha2 kecil,  kecuali mama2 yang jualan. Anak muda takut jualan,  jaga gengsi,  jalan rapi2 tapi dompet kosong. 


Ketujuh, perempuan muda Papua hancur.  Sore-sore,  apalagi malam minggu kota Jayapura penuh gadis2 belia Papua bercelana mini. Mulut penuh pinang dan rokok di tangan.  


Mereka berkelompok hingga larut malam. Mereka buat apa?  Mereka menunggu bookingan dari siapa saja yg mau ajak jalan,  sekedar minuman keras atau seks dengan bayar murah.  Yang penting dapat uang,  entah 100 rb. Ada yang anak sekolh dan ada yg sdh tdk sekolah. Saya ajak ngobrol,  mereka cerita d rumah tdk ada makanan dan cari uang sekolah.  


Jika perempuan hancur,  bagaimana mereka akan menikah,  mengandung, melahirkan anak yg sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yg sudah banyak mati.  Bagaimana mereka akan urus suami jika sdh hancur begini.  Perempuan kuat, bangsa kuat.


Kedelapan,  orang tua malas tahu dgn pendidikan anak. Tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa rumah di teman2 Papua tdk ada meja belajar untuk anak mereka.  Satu kamar, anaknya dengan dua tiga orang tamu dr saudara lain. Sore hari anak2 tdk ada kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi.  Makan mlm larut malam sekali,  ada yang jam 9,  anak yg paling kecil sdh tdr. Ayah dan ibu,  punya urusan masing2, tdk dampingi anak belajar.  


Pada pagi hari,  saya perhatikan di jalanan,  tidak banyak orang Papua yg antar anak ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor.  Ada satu pejabat punya mobil dua dan motor ada satu di rumah tp pgi hari dia bagi uang sama anaknya.  Dia tdk antar, anak jalan sendiri,  naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tp ini soal bagaimana bentuk kasih sayang orang tua. Pendatang juga punya uang tp mereka antar anak mereka, lihat di lampu merah pagi hari.  Bicara tuan tanah tp tidak urus pendidikan anak baik2, bagaimana mau jd tuan rumah. 


Kesembilan,  kakak saya kenal banyak orang Papua yang menyebut diri pengusaha tapi setelah saya tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di dinas2, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis.  Tdk ada yang buat unit usaha yang profit atau datangkan uang. Ini beda dgn pendatang.  


Kesepuluh, jual tanah. Orang Papua jual tanah kepada kami. Kalian tdk kontrakkan. Padahal kalian punya anak banyak.  Anak2 kamu akan ke manakan kalau sdh kami kuasai semua.  


Kesebelas,  sekolah pinggiran dan kampus dan jurusan yang bisa cepat jadi sarjana. Tidak banyak anak2 Papua yg masuk di sekolah bermutu. Anak2 Papua banyak saya jumpai di sekolah2 pinggiran, sekolah yg dpat nilai gampangan dan masuk diperguruan tinggi yg biasa2 pada jurusan2 sosial semua.  Jadi,  orientasi mencari nilai dan ijazah,  tidak cari kemampuan otak dan keterampikan untuk hidup kalian. 


Keduabelas,  kampus2 sepi dengan mimbar akademik. Tdk banyak kampus di Papua yg lakukan seminar2 atau aktivitas lain.  Para dosen juga tdk banyak yg menulis karya ilmiah yang terkait dgn bidang ilmu atas kondisi rill di Papua.  


Ketigabelas,  ruang ekspresi disumbat.  Saya lihat hal berbeda di Papua dgn di Jawa. Di sini,  orang tdk boleh demo,  langsung ditangkap atau dibubarkan dititik aksi. 


Ketigabelas,  saya tidak jumpa wartawan luar negeri di Papua.  Media2 di Papua saya tidak temukan bikin liputan yang berkualitas.  Saya menyebut majalah dinding sekolah/pemerintah.  


Keempatbelas,  yang jual ikan kebanyakan bukan orang Papua,  yg jual hasil kebun kebanyakan bukan orang Papua, yang tambang rakyat jg bukan orang Papua,  yang jual pinang juga sekarang bukan orang Papua,  apalagi kios atau toko.  


Kelimabelas,  petinggi Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara2 saja di media,  tidak banyak aksi nyata.  Tidak ada kepercayaan diri juga padahal papua itu kaya dan punya posisi tawar dgn Jakarta yg sangat tinggi. 


Keenambelas,  birokrasi dan parlemen sdh dikuasai oleh kami.  


Ketujuhbelas,  orang Papua terlalu dewakan kami pendatang. Dewa jadi diberi apa pun,  harga dirinya pun kalian berikan, kamu  beri marga dan  angkat jadikan kepala suku,  nobatkan jd anak anaklah. Lalu,  di mana posisi kalian orang Papua di sana.  Kalian itu sebenarnya sedang bimbang. 


Kedelapan belas,  kalian orang Papua itu mudah dibeli dan tidak bisa bersatu dan mudah diprovokasi,  mudah dikotak2an dengan istilah gunung dan pantai sehingga kalian terhanyut dalam adu domba,  lupa daratan tanah besar Papua bahwa kalian adalah tuan tanah.  


Kesembilan belas,  kalian panas-panas tai ayam dan makan mentah ajaran kasih. Tuhan musnahkan musuh Israel di laut merah.  


Kalian tambah2 sendiri.  Ada banyak tanda kalian ini sesungguhnya akan segera tiada.  Pikirkan dan renungkanlah sodara.  


Dari sodara kalian,  Willy Sardi Jayapura.

thumbnail

TIDAK PUAS AKAN MENCARI SESUATU

 

Dok di Warkop 

Orang Genius  Mereka Tidak Pedudi Dengan Masalah Apapun Yang Mereka Alami Asalkan Apa-Adanya Mereka Selaluh Focus Pada Tujuan Yang Mereka Menekunkan Untuk Mencapai Mimpi Yang Mereka Belum Perna Bayangkan.

Orang genius adalah orang-orang yang tidak perna merasakan cukup dan tidak perna merasakan saya ini “palin tahu” dari antara orang-orang yang ada sekitarnya; mereka selaluh mencari dan mencobah setiap saat, baik  waktu tidak mendukun secara financial maupun malah lainnya. Dan mereka adalah orang yang selaluh mencari pengetahuan baru (hasrat) yang tinggi, dalam hal ini dunia pendidikan mapun perjuangan lain; mereka adalah selaluh membenahi masalah apapun yang mereka hadapi.

Orang jenius selaluh muncul seperti 2 (dua) pertanyaan besar ini kepada diri bahwa “1. who I am?, 2. I’m not enough?” (who I am) adalah mereka secara sadar bahwa mereka Tanya pekada diri; karna mereka buka gila tetapi mereka Tanya kepada diri mereka dan Tanya kepada sekitar mereka, karna mereka ada dan dunia mereka ada itu apaka takdir saja atau sesuatu yang menopan dibalik itu. Dan mereka jenius dalam hal kecil apapun. (I am not enough) adalah mereka yang tidak puas akan mencari sesuatu karna sesuatu yang kita serap oleh 5 panca indra manusia ini bukan begitu saja, tetapi dibalik semua itu ada yang sumber utamanya.

Itu adalah cara berfikir dan perilaku orang jenius

 

SALAM LITERASI

 

LOVE BOPINI

 

 

 

 

 


thumbnail

MENJADI ANJIN ATAU SINGA

Awal 2019 yang laluh adanya wabah covid19 pemerintah pusat umumkan bahwa Aktifitas umum seperti kamtor, sekolah, universitas, dan perusahan dan tempat publick lainya tutup/lockdown selama beberapa bulan atau tahun mematuhi protocol Kesehatan dan segabainya dan setahun berjalan system kapitalis penguasa menerapkan sisitema pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM tidak selesai-selesai. September 2021, kebijakan yang menyiksa itu masih berlanjut. Rakyat tersiksa dalam kemiskinan dan ketidakpastian. Sementara, para wakil rakyat di DPR dan para pemimpin politik hidup nyaman di rumah dinas mereka, dengan gaji pasti setiap bulan dari uang rakyat. Bahkaan otoriter dan penguasa yang mengambil alih dalam system nepotisme sehingga penerapan penagananan Covid-19 jadikan peluan  bisnis. 

Dengan adanya berjalan  berbagai gaya peraturan berbagai gaya retorika yang sampaikan oleh penguasa system nepotisme sehingga, kebingunan antara maiyoritas yang mana, minoritas yang mana sulit dibedakan sehingga jadilah tampilan luar itu manusia tapi dalam nya itu menjadi Anjing atau Singga

Tidak hanya masa lalu yang menyiksanya. Ketidakpastian akan masa depan juga mencekam. Bagaimana menjalankan hidup, jika tidak ada pendapatan pasti? Bagaimana menjalani hidup di negara yang terus memperbodoh dan mempermiskin rakyatnya sendiri?

Menjadi Anjing

Anjing adalah sahabat manusia. Ia begitu cantik. Ia begitu setia. Dalam banyak hal, anjing lebih sempurna daripada manusia.

Menjadi Singa

Apa yang terjadi, jika kita melempar tongkat di hadapan singa? Dia akan menyerang kita. Singa tidak mengejar tongkat. Ia mengejar sang pelempar tongkat.

Ia mengejar sumber. Ia tidak terpengaruh oleh hal-hal yang berubah. Ia mencari asal muasal dari lemparan. Kita perlu belajar dari singa.

Kita tidak perlu mengejar benda-benda material atau pikiran yang muncul. Kita tidak perlu mengejar ingatan yang ada. Sebaliknya, kita justru perlu mencari sumber dari pikiran dan ingatan tersebut. Disini, kita beralih dari ilusi menuju kenyataan.

Ketika kita mencari sumber dari pikiran dan ingatan, kita akan berjumpa dengan kesadaran. Kita akan lepas dari ilusi. Kita akan bangun pada kenyataan sebagaimana adanya. Kita akan bangun pada kebenaran disini dan saat ini itu sendiri.

Segalanya adalah ciptaan kesadaran. Warna, bau dan bentuk adalah ciptaan kesadaran. Itu semua terbentuk dalam mekanisme yang kompleks dengan otak maupun struktur saraf manusia. Maka, yang perlu disentuh bukanlah pikiran, ingatan ataupun benda-benda material, tetapi kesadaran yang menjadi sumber segalanya tersebut.

Baru setelah itu, kita bisa cukup jernih melihat keadaan. Kita bisa mulai mengatur strategi untuk bertahan hidup. Kita bisa melakukan kritik terhadap pemerintah yang memperbodoh dan mempermiskin rakyatnya sendiri. Lalu, kita juga bisa berbuat sesuatu untuk menolong orang-orang yang kesulitan.

Kita berhenti meniru perilaku anjing, dan mulai menjadi singa di dalam hidup kita. Jangan ditunda lagi!

thumbnail

JALAN DARAT PERTAMA KALI SUKU MEE LINTAS NABIRE

 

Fhoto, Dok   Jangka Jarak Nabire, Sorong Jalan Trans nabire menuju ke papua Barat.
 

Kabupaten Nabire — Kota Sorong Jarak antara kota, Mengemudi arah, jalan

km, mil,580 km, 348 mil,7.3 jam
435.0 menit,8.3 jam,497.1 menit, 0.6 jam,38.7 menit
0.5 jam,29.2 menit,0.0 jam
0.0 menit
KALKULATOR
Jarak:
Konsumsi bahan bakar per 100 km: Biaya bahan bakar:
disana dan kembali lagi

Jarak: Konsumsi bahan bakar per 100 mil: Biaya bahan bakar: disana dan kembali lagi

INFORMASI

Jarak antara kota Kabupaten Nabire, Papua, Indonesia dan Kota Sorong, Papua Barat, Indonesia di jalan umum adalah — km atau mil. Jarak antara titik-titik dalam koordinat — 580 km atau 348 mil. Untuk mengatasi jarak ini dengan kecepatan kendaraan rata-rata 80 km / jam membutuhkan — 7.3 jam atau 435.0 menit.

Panjang jarak ini adalah tentang 1.4% total panjang khatulistiwa. Pesawat Airbus A380 akan terbang jarak di 0.6 jam, dan kereta 8.3 jam (Ada kereta berkecepatan tinggi).

JARAK LAINNYA....

Sopir opir Suku Mee Bersal Kabupaten Deiyai Bela Jalan Darat Nabire Menuju Sorong Papua Barat.

MEE Yoka Pertama Kali Lalu Lintas Jalan Darat Berrodah Empat Hilux. Perjalanan Nabire  Menuju Sorong Papua Bisa tempuh lewat darat.

"Tapi harus memang menggunakan Mobil Doble gardan Kerna Perjalan Jalan titik Jalan Talepas Batu - Batu dan Jembatan belum di Perbaiki, Kata Lanjutan Oleh Sopir Saya datang di Sorong Mobilku Tanpa Meninggi dan Manikan Mobil. Kata Sopir "Yuliten Giyai"

Nabire Menuju Wasior Star Jalan Jam 16:21 Sampai tiba di Wasior Wondama Sekitar Jam 10 Malam Mereka Bermalam di Wasior Karna Belum Kenal Jalan Trans Wasior Manokwari dan Mereka Menginap dan Pagi subuh star  Jalan di Manokwari "LanjutanNya.

Fhoto, Dok Mobil Hilux Putih, Lintas Trans Papua Barat jadi Saksi.

Perjalanan dari Kota  Manokwari bisa di dalam Tempuh 08 hingga 13 Ke Sorong Sesuai Perkataan Oleh Sopir dari Nabire Sampai Sorong Ada Jalan yang rusak dan Beberapa Jembatan Masih Rusak. Kata Sopir " Yuliten Giyai" Lanjutan Bapak Seorang Dewan Perwakilan Rakyat Deiyai Bapak "Demianus Edowai, ST Mengatakan Bahwa Kita Datang di Sorong Untuk Hanya Jalan Jalan dan di Tengah  Jalan Ada Berbai Cara yang kami sudah Hadapi Namun Tuhan Bersama Kita Kita Tiba di Sorong Akhir Kata  Haleluya.

Dalam Mobil yang Mereka Muat ada tiga Orang dan Mereka Berkata Bahwa Kami Sepakat Untuk Jalan Menuju Jalan Sorong Lewat Jalan Darat. orang yang Muat dalam Mobil Yang Meyaknikan Bahwa.

Yuliten Giyai Seorang Sopir Berumur 22 Tahun yang Telah Bahwa Kendaraan Berrodah Empat HILUX Berwarna Putih.

Bapak Demianus Edowai Seorang Pengikut Sopir Berumur 30 Tahun

Bapak Apner Edowai Numpang Tengah.

Perjalanan dari Kota Manokwari menuju Sorong Kepala Burung ujung Papua di Tempuh dalam waktu 14 hingga 16 Jam Manokwari Menuju daerah Perbatasan Antara Hingga 15 17 Jam Karna tidak Bisa di Jelaskan Kerna Ada Waktu Tempuh kami Telah Makan dalam Pencarian Jalan. UjaranNya.

Fhoto: Dok Demianus Edoway & Apner Edowai, & Sopir Yuliten.



About