Refreksi penguna media TikTok, bagi generasi X papua.

 

Judul: Refreksi penguna  media TikTok, bagi generasi X papua.



Plot ilustrasi.

Di sebuah Kampung kecil di Papua, terletak di samping hutan lebat dan gunung-gunung hijau, hiduplah seorang remaja bernama  Menase . Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, Menase  adalah salah satu dari banyak anak muda Papua yang terpesona dengan teknologi, terutama aplikasi TikTok.

Setiap sore, setelah pulang sekolah, Menase  tidak langsung membantu orang tuanya di ladang. Sebagai gantinya, dia meluangkan waktu berjam-jam di depan layar ponsel tuanya, menonton video TikTok. Mengambil inspirasi dari berbagai konten, ia berusaha menciptakan video yang menarik untuk diunggah. Dalam benaknya, TikTok bukan hanya sekadar hiburan; itu adalah jendela ke dunia yang lebih luas di luar kehidupannya yang sederhana.

Menase sangat terpesona dengan berbagai tantangan dan tarian yang viral. Meskipun akses internet di desanya terbatas, ketika jaringan cukup baik, dia bergegas membagikan video dengan tema budaya Papua, seperti tarian tradisional atau lagu-lagu daerah. Dia berharap video-videonya dapat mengenalkan keindahan budaya Papua kepada dunia luar.

Namun, tidak semua orang di  Kampung Menase mendukung kegiatannya. Beberapa orang tua merasa khawatir bahwa TikTok merusak generasi muda mereka. Mereka berargumen bahwa anak-anak lebih baik fokus belajar dan melestarikan tradisi daripada terjebak dalam dunia media sosial yang dianggap mengalihkan perhatian. Terkadang, Menase mendengar bisikan skeptis ketika dia berjalan di sekitar desa. "Anak muda sekarang lebih suka menghabiskan waktu di  layar  daripada belajar dari pengalaman nyata," keluh seorang Orang tua di Kampung.

Suatu hari, saat Menase mengunggah video tarian bersama teman-temannya ke TikTok, video tersebut mulai mendapatkan perhatian. Dalam waktu sekejap, ribuan orang menyaksikan dan memberikan komentar. Menase  merasa bangga dan bangga bisa menunjukkan budaya Papua. Namun, ketenaran itu datang dengan konsekuensi yang tidak terduga.

Komentar-komentar mulai bermunculan. Beberapa positif, memuji keindahan tarian dan budaya Papua. Namun, tidak sedikit juga yang negatif. Beberapa komentar merendahkan, mempertanyakan mengapa Menase dan teman-temannya lebih memilih menunjukkan budaya mereka dalam bentuk tarian TikTok daripada melestarikannya dengan cara yang lebih tradisional. Beberapa menuduh mereka hanya mencari perhatian, tanpa memahami nilai sejati dari budaya mereka sendiri.

 

Dihantui oleh berbagai komentar tersebut, Menase merasakan beban di hatinya. Dia mulai bertanya-tanya: Apakah dengan berpamer di TikTok, artinya dia mengabaikan nilai budayanya? Apakah dunia luar akan mengenali Papua dengan cara yang sederhana seperti itu? Day-to-day, keraguannya semakin membesar.

Satu malam, Menase pergi ke tepi sungai, tempat ia sering merenung saat bingung. Dengan air yang mengalir tenang dan suara alam sekitarnya, dia mulai merenungkan kehidupannya. Dia teringat pada momen bersama orang tuanya yang mengajarinya cara menari dan menyanyikan lagu tradisional. Dia teringat pada cerita-cerita yang didengar dari kakek dan neneknya tentang bagaimana adat dan budaya merupakan jati diri mereka sebagai orang Papua.

Malam itu, Menase  membuat keputusan. Dia akan menggunakan platform TikTok bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mendidik dan melestarikan budaya Papua. Dia mulai merencanakan video yang bercerita tentang cerita rakyat, mengajarkan tarian tradisional dengan penjelasan mengenai makna di balik setiap gerakan, dan berbagi kisah tentang kehidupan sehari-hari di desanya.

Ketika video-videonya yang baru mulai diunggah, respon yang dia terima sangat berbeda. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia memberikan dukungan dan menghargai upayanya untuk mengenalkan budaya Papua secara mendalam. Tanpa dia sadari, TikTok telah menjelma menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas.

Menase akhirnya menyadari bahwa setiap platform memiliki potensi. Yang terpenting adalah bagaimana kita menggunakannya. Media sosial tidak harus merusak budaya, asalkan kita dapat menggunakannya untuk merayakan dan melestarikan warisan kita.

Tiga bulan kemudian, Menase berdiri di depan kamera, dengan latar belakang hutan yang lebat. Dia tersenyum, bersemangat. Ini adalah video terbarunya, di mana dia akan mengajarkan tarian tradisional kepada penonton, disertai cerita-cerita yang mendalam tentang kultur Papua. Dengan semangat baru, Menase mengangkat ponselnya dan mulai merekam, yakin bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang penting, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

 

 

 

 

Catatan penting dari Plot ilustrasi diatas:

Penulis dengan penuh cermati dari beberapa dekade yang silam dan secara continues ini sangatlah luar biasa dengan adanya mudah aksess internet platform Tiktok adalah generasih x zaman sekarang ini lebih banyak interasi di media Tiktok. Dibanding interaksi dengan luar/ dunia nyata.

Dengan adanya peningkatan aksesbilitas internet dan praform media sosial ini generasi x sekarang bukan hanya media yang interasi bersifat upload video/image, dan text saja tetapi dengan adanya peningkatan penguna media Tiktook generassi x bisa melaksanakan dengan beberapa tips berikut ini:

1.       1. Pendidikan dan Penyebaran Informasi: Generasi X dapat menggunakan TikTok untuk mengedukasi masyarakat tentang masalah yang relevan, seperti kesehatan, hak asasi manusia, pendidikan, dan pelestarian budaya. Konten edukatif yang menarik dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di kalangan pengguna.


2.Pelestarian Budaya: Dengan membuat video tentang tarian tradisional, musik, pakaian, dan adat istiadat Papua, generasi ini dapat berkontribusi dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya mereka kepada khalayak yang lebih luas.


3. Peluang Ekonomi: TikTok menyediakan kesempatan untuk monetisasi konten. Generasi X dapat menghasilkan pendapatan dari konten mereka melalui sponsor atau iklan, yang dapat membantu kesehatan ekonomi pribadi atau mendukung proyek komunitas.


4.       Ekspresi Diri: TikTok memberikan ruang bagi generasi untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Ini penting untuk pengembangan identitas dan rasa percaya diri, memberi mereka saluran untuk berbagi pengalaman dan pandangan individu.


5.       Sarana Aktivisme: Platform ini dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia. Generasi X dapat menggunakan video untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting yang dihadapi masyarakat Papua.


6.       Keterlibatan Komunitas: Dengan membagikan konten yang relevan terhadap kehidupan sehari-hari di Papua, generasi X dapat membangun komunitas online yang saling mendukung, berbagi informasi, dan mengatasi tantangan bersama.


7.       Tren dan Inovasi: Membuka peluang untuk mengikuti dan menciptakan tren baru yang relevan dengan budaya lokal, memungkinkan generasi ini untuk mengintegrasikan elemen-elemen dari budaya mereka ke dalam platform modern.

Dengan memanfaatkan TikTok secara positif, generasi X Papua dapat berkontribusi pada pengembangan diri, komunitas, dan pelestarian budaya mereka, sambil tetap terhubung dengan dunia yang lebih luas.

 

Surabaya, 05 February 2025

Penulis: (Dance Yumai)

(Mahasiswa Papua Jurusan Sastra)

 

 

 

 

 

Post a Comment

0 Comments