Di pengunungan tengah Papua, terdapat sebuah desa kecil bernama Ogeiye Piyaiye. Kampung ini terletak di kaki gunung yang hijau dan subur, dengan sungai yang jernih dan berkelok-kelok.
Aku lahir dan dibesarkan di Kampung ini. Ayahku adalah seorang pemburu yang terkenal di desa kami. Ia memiliki pengetahuan yang luas tentang hutan dan binatang-binatang yang hidup di dalamnya.
Suatu hari, ayahku memutuskan untuk mengajakku berburu ke hutan. Aku sangat bersemangat karena ini adalah pengalaman pertamaku berburu bersama ayahku.
Kami berangkat pagi-pagi, membawa anak panah dan peralatan berburu. Ayahku mengajarkanku cara memilih jalur yang tepat, cara mendengarkan suara binatang, dan cara menembak dengan tepat.
Setelah beberapa jam berjalan, kami tiba di sebuah tempat yang terbuka. Ayahku menunjukkan kepadaku seekor kasuari yang sedang makan buah di pohon.
Aku sangat terkesan dengan keindahan burung itu. Ayahku meminta aku untuk menembak, tapi aku ragu-ragu. Aku tidak ingin membunuh burung yang indah itu.
Ayahku memahami perasaanku. Ia mengatakan bahwa berburu bukan hanya tentang membunuh binatang, tapi juga tentang menghormati dan menghargai alam.
Kami memutuskan untuk tidak menembak kasuari itu. Sebaliknya, kami memilih untuk mengamati dan menghargai keindahannya.
Saat itu, aku menyadari bahwa Ogeiye Piyaiye bukan hanya Kampung kami, tapi juga rumah bagi banyak binatang dan tumbuhan yang indah. Aku berjanji untuk selalu menghormati dan menghargai alam.
Sejak itu, aku menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Aku juga menjadi lebih menghargai kebudayaan dan tradisi desa kami.
Ogeiye Piyaiye, anak itu negeri kami. Kami harus menjaganya dengan baik untuk generasi mendatang.
0 Comments