thumbnail

Ekstraktivisme di Tanah West Papua

. Latar Belakang Adanya Ekstraktivisme

Ekstraktivisme di West Papua berakar dari kebutuhan ekonomi dan politik yang mendalam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan kekayaan alam yang melimpah seperti mineral, gas, dan hutan tropis, West Papua menarik perhatian banyak perusahaan dan pemerintah yang ingin mengeksploitasi sumber daya tersebut. Sejak Indonesia mengambil alih kontrol atas wilayah ini pada tahun 1963, eksplorasi dan produksi sumber daya alam semakin meningkat, sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal. Konteks politik dan sejarah kolonial juga berperan dalam pembentukan struktur kekuasaan yang mendominasi masyarakat adat dan lingkungan sekitar.

2. Apa Itu Ekstraktivisme?

Ekstraktivisme adalah model ekonomi yang berfokus pada pengambilan dan eksploitasi sumber daya alam, seperti mineral, energi, dan hasil hutan, untuk keperluan industri dan konsumsi. Pendekatan ini sering kali melibatkan penambangan dan eksploitasi yang intensif, yang dapat menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan dan merugikan masyarakat lokal. Ekstraktivisme berorientasi pada profit dengan sering mengabaikan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.

 

3. Mengapa Ada Ekstraktivisme Ketidakadilan di Tanah West Papua?

Di West Papua, ketidakadilan ekstraktivisme muncul karena adanya ketimpangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal. Masyarakat adat sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan; hak atas tanah mereka diabaikan atau dilanggar, dan mereka tidak mendapatkan manfaat dari eksploitasi sumber daya yang terjadi di wilayah mereka. Selain itu, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan ekstraktif menambah tingkat ketidakadilan ini, serta adanya kekerasan dan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak proyek-proyek ekstraktif.


 4. Apa Hubungannya Ekstraktivisme dengan Tanah West Papua?

Hubungan antara ekstraktivisme dan Tanah West Papua sangat erat, karena wilayah ini kaya akan sumber daya alam. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya, seperti tambang Freeport, telah menjadi sorotan utama di kawasan ini. Namun, ketertarikan terhadap sumber daya ini sering kali berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial. Dengan demikian, ekstraktivisme telah menjadi faktor utama dalam menentukan dinamika sosial dan ekonomi di West Papua.


 5. Apa Dampak Ekstraktivisme bagi Masyarakat Adat di Papua?

Dampak ekstraktivisme terhadap masyarakat adat di Papua sangat signifikan. Beberapa dampak tersebut meliputi:

Penghilangan Akses Sumber Daya

 Masyarakat lokal kehilangan akses ke tanah dan sumber daya yang selama ini mereka kelola secara berkelanjutan.

Kerusakan Lingkungan:

 Kegiatan ekstraktif merusak ekosistem lokal, yang berdampak pada ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat adat.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia: 

Masyarakat sering kali mengalami intimidasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia ketika berusaha mempertahankan tanah dan kehidupan mereka.

Perubahan Sosial dan Budaya: 

Ekstraktivisme dapat menggeser struktur sosial dan budaya masyarakat adat, yang berpotensi mengikis identitas mereka.


 6. Apakah Tanah West Papua Masih Ada Ketika Ekstraktivisme Terus Ada?

Situasi ini sangat mempertanyakan masa depan Tanah West Papua. Jika ekstraktivisme terus berlanjut tanpa adanya perhatian yang memadai terhadap keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat, maka tidak hanya ekosistem yang dapat mengalami kerusakan permanen, tetapi juga keberadaan budaya dan masyarakat adat itu sendiri. Untuk menjaga keberlanjutan Tanah West Papua, penting untuk mencari keseimbangan antara pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Jika tidak, risiko hilangnya identitas, lingkungan, dan keberlanjutan wilayah tersebut akan semakin besar. 

Kesimpulan

Ekstraktivisme di West Papua menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat adat dan lingkungan. Memahami dinamika ini sangat penting untuk merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan yang dapat melindungi hak-hak masyarakat serta menjaga keutuhan lingkungan di Tanah West Papua.

thumbnail

Apa yang dapat meningkatkan daya ingat?


Tidak dipungkiri di era sekarang yang serba canggih dan instan, Blue film sekarang bisa diakses kapan saja hanya dengan sentuhan jarimu saja, tapi tidak dipungkiri Film seperti itu mengandung dopamin yang sangat tinggi bikin ketagihan, susah kalau mau keluar dari zonanya.

  • Coba bermeditasi

Berikanlah waktu luangmu minimal 10 menit saja sehari untuk bermeditasi, lakukan ini saat sebelum tidur ataupun saat bangun, orang yang bermeditasi bisa meningkatkan aliran darah ke otak, yang secara tidak langsung memperkuat daya ingat.

  • Jangan membuat Otak multitasking

Apabila anda ingin daya ingat anda meningkat jangan bermultitasking, karena hal tersebut membuat anda daya ingatnya menjadi terbagi-bagi, jadi hal penting yang ingin kamu ketahui jadi kurang memahaminya karena terlalu multitasking, justru dengan multitasking terkadang akan menjadi overthinking dan menurunkan daya ingat.

  • Membaca Buku

Luangkan waktu untuk membaca buku 30 menit saja sehari karena dengan membaca anda akan mendapatkan pengetahuan yang baru, apabila menjalankan habit ini terus menerus anda akan merasakan anda akan ingat sedikit demi sedikit poin-poin/kandungan dalam buku tersebut.

thumbnail

KEKUATAN SEJARAH DAN BAHASA MEMBENTUK IDENTITAS SUATU KAUM, SUKU, BANGSA DAN NEGARA


Kutipan Karl Marx ini mengandung pesan mendalam tentang kekuatan sejarah dan bahasa dalam membentuk identitas, kesadaran, dan kebebasan suatu kelompok atau bangsa. Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan fondasi yang menanamkan nilai, kebanggaan, dan kesadaran akan hak serta perjuangan. Bahasa tidak hanya alat komunikasi tetapi media pemersatu yang bersifat mengikat dan mempersatukan. 

Ketika suatu kelompok dipisahkan dari sejarah dan bahasa mereka—melalui manipulasi, penghapusan, atau pengaburan fakta—mereka kehilangan arah, kehilangan identitas, dan akhirnya mudah dikendalikan oleh kekuatan lain.

Orang atau kelompok yang tidak mengetahui sejarahnya akan sulit memahami hak-haknya, tidak sadar akan kekuatan kolektifnya, dan rentan menerima narasi palsu yang dibentuk oleh pihak berkuasa. Pengendalian ini bisa berbentuk dominasi politik, ekonomi, maupun budaya. Sejarah yang utuh memberi daya juang, sedangkan sejarah yang dipalsukan menciptakan kepatuhan dan ketidakberdayaan.

Pesan dari kutipan ini adalah pentingnya mengenali, mempelajari, dan menjaga sejarah dan bahasa, baik secara individu maupun kolektif. Sejarah dan bahasa bukan hanya alat untuk memahami masa lalu, tapi juga senjata untuk melawan penindasan di masa kini dan membentuk masa depan yang lebih adil. Mereka yang memahami sejarah dan bahasanya akan sulit diperdaya, karena mereka tahu siapa mereka dan dari mana mereka berasal.

Mari belajar dan menjaga sejarah dan bahasa kita, agar terus lestari dari generasi ke generasi 🙏🙏


thumbnail

Kekhawatiran Masyarakat Papua Jika RUU TNI Ditetapkan

Masyarakat Papua memiliki kekhawatiran besar jika RUU TNI benar-benar disahkan. Salah satu hal yang paling dikhawatirkan adalah semakin luasnya dominasi militer dalam kehidupan sipil. Saat ini saja, TNI sudah terlibat dalam berbagai sektor seperti pembangunan, perkebunan, pertambangan, pendidikan, kesehatan dan makan gratis pun TNI yang jakankan di papua . Dengan adanya RUU ini, mereka akan lebih leluasa menduduki jabatan sipil, yang dikhawatirkan akan mempersempit ruang demokrasi dan menghilangkan peran masyarakat adat dalam menentukan arah pembangunan di tanah mereka sendiri.

Selain itu, masyarakat Papua khawatir bahwa RUU ini akan semakin mempercepat pengambilalihan tanah adat untuk proyek strategis nasional. Selama ini, banyak kasus di mana masyarakat adat kehilangan tanah leluhur mereka akibat eksploitasi sumber daya alam yang didukung oleh aparat keamanan. Jika TNI diberikan kewenangan lebih besar untuk ikut serta dalam kebijakan sipil, maka kemungkinan besar proyek-proyek yang merugikan masyarakat adat akan semakin mudah dijalankan tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka.

Kehadiran TNI dalam sektor pendidikan dan kesehatan juga menjadi kekhawatiran lain. Seharusnya, pendidikan dan layanan kesehatan dikelola oleh tenaga profesional sipil yang memahami kebutuhan masyarakat setempat, bukan oleh institusi militer. Jika militer memiliki kendali lebih besar dalam sektor ini, maka ada risiko kebijakan pendidikan dan kesehatan di Papua semakin tidak berpihak kepada rakyat, dan justru lebih diarahkan untuk kepentingan negara atau pihak tertentu yang memiliki agenda terselubung.

Terakhir, masyarakat Papua takut bahwa dengan disahkannya RUU ini, ruang demokrasi semakin tertutup dan suara mereka semakin sulit didengar. Dengan kekuatan lebih besar, TNI bisa lebih mudah mengendalikan narasi dan menekan kritik terhadap kebijakan yang merugikan rakyat. Mengingat sebelum RUU TNI ditetapkan saja TNI sudah masuk ke berbagai aspek kehidupan di Papua, maka jika undang-undang ini benar-benar disahkan, mereka akan semakin leluasa menguasai ranah sipil tanpa batasan yang jelas. Saat ini, keterlibatan TNI sudah terlihat dalam proyek-proyek strategis nasional, sektor pertambangan, perkebunan, pendidikan, dan kesehatan—sering kali tanpa melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan. Jika RUU ini diberlakukan, kontrol militer terhadap berbagai sektor akan semakin kuat, yang berpotensi memperburuk ketimpangan, mempersempit ruang demokrasi, dan mengancam hak-hak masyarakat Papua atas tanah serta kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka melihat bahwa menolak RUU TNI adalah satu-satunya cara untuk melindungi masa depan Papua dari dominasi militer yang semakin luas dan eksploitasi yang lebih besar.

Maka dari itu, menolak RUU TNI adalah satu-satunya cara untuk mencegah dominasi militer yang semakin luas di Papua. Jika undang-undang ini disahkan, TNI akan semakin leluasa menguasai berbagai sektor tanpa batasan yang jelas, memperburuk ketimpangan, serta mengancam hak-hak masyarakat adat atas tanah dan kehidupan mereka. Oleh karena itu, masyarakat Papua harus bersuara, melawan, dan menolak RUU TNI demi menjaga hak, keadilan, dan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

By. M. Y

#TolakRUUTNI
#PapuaBukanMiliter
#LawanDominasiMiliter
#JagaHakMasyarakatAdat
#DemokrasiUntukPapua
#StopEksploitasiPapua
#PapuaButuhKeadilan
thumbnail

Cerita Kita Di Ogeiye Piyaiye

 
Di pengunungan tengah Papua, terdapat sebuah desa kecil bernama Ogeiye Piyaiye. Kampung ini terletak di kaki gunung yang hijau dan subur, dengan sungai yang jernih dan berkelok-kelok.

Aku lahir dan dibesarkan di Kampung ini. Ayahku adalah seorang pemburu yang terkenal di desa kami. Ia memiliki pengetahuan yang luas tentang hutan dan binatang-binatang yang hidup di dalamnya.

Suatu hari, ayahku memutuskan untuk mengajakku berburu ke hutan. Aku sangat bersemangat karena ini adalah pengalaman pertamaku berburu bersama ayahku.

Kami berangkat pagi-pagi, membawa anak panah dan peralatan berburu. Ayahku mengajarkanku cara memilih jalur yang tepat, cara mendengarkan suara binatang, dan cara menembak dengan tepat.

Setelah beberapa jam berjalan, kami tiba di sebuah tempat yang terbuka. Ayahku menunjukkan kepadaku seekor kasuari yang sedang makan buah di pohon.

Aku sangat terkesan dengan keindahan burung itu. Ayahku meminta aku untuk menembak, tapi aku ragu-ragu. Aku tidak ingin membunuh burung yang indah itu.

Ayahku memahami perasaanku. Ia mengatakan bahwa berburu bukan hanya tentang membunuh binatang, tapi juga tentang menghormati dan menghargai alam.

Kami memutuskan untuk tidak menembak kasuari itu. Sebaliknya, kami memilih untuk mengamati dan menghargai keindahannya.

Saat itu, aku menyadari bahwa Ogeiye Piyaiye bukan hanya Kampung kami, tapi juga rumah bagi banyak binatang dan tumbuhan yang indah. Aku berjanji untuk selalu menghormati dan menghargai alam.

Sejak itu, aku menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Aku juga menjadi lebih menghargai kebudayaan dan tradisi desa kami.

Ogeiye Piyaiye, anak itu negeri kami. Kami harus menjaganya dengan baik untuk generasi mendatang.
thumbnail

Penolakan program Pemerintah MBG


Dok Photo Aksi Penolakan Makanan Bergizi gratis MBG oleh Pelajar dari jenjang TK s/d SMA/SMK di Kab. Paniai


Dalam sebuah acara di Kabupaten Paniai, siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK, melakukan aksi penolakan terhadap program pemberian makanan bergizi secara gratis. Aksi ini mengejutkan banyak pihak dan memicu berbagai spekulasi tentang alasan di balik penolakan tersebut.


Dan Siswa meminta kepada pemerintah Daerah dan pusat bahwa berupa Pendidikan gratis artinya" sepenuhnya pendidikan gratiskan Kita memili Uang uang yang pemerintah upayakan makanan itu ganti dengan melengkapi fasilitas Sekolah mustinya mempersiapkan guru yang mutuh dan lain sebagainya  itu yang keluang keluang yang dibutuhkan oleh siswa/Sisilia dari berbagai jenjang pendidikan siswa/I tersebut. 



Beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka merasa makanan yang disediakan tidak sesuai dengan selera dan kebiasaan mereka. Mereka lebih memilih makanan yang lebih mereka kenal dan nikmati. Di sisi lain, ada juga siswa yang berargumen bahwa program tersebut tidak melibatkan mereka dalam perencanaan dan pemilihan menu, sehingga mereka tidak merasa memiliki keterikatan dengan makanan yang disediakan oleh pemerintah pusat dalam hal ini struktur pemerintahan Presiden (Prabowo Subianto)



Tindakan ini mencerminkan pentingnya lawan sistem yang di jalankan oleh rezimnya sistem pemerintah Prabowo dalam setiap program tidak masuk akal yang dijalankan ini, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan dan nutrisi. Sebenarnya sisiwa/I dari berbagai jenjang pendidikan Di papua membutuhkan pendidikan yang mutuh bukan makanan yang tdk masuk akal. Karena papua ini kaya akan sumber daya alam sehingga orang sisiwa mereka telah,  sedang dan akan menjamin makanan yang lokal yang merekan punya hasil berkebun, nelayan dan sesuai dgn nafkah keluarga mereka masing-masing sehingga tidak perlu lagi butuh makanan bergizi gratis (MBG) 


Akhirnya, Aksi ini pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu dilakukan untuk mencari jalan tengah dan memastikan bahwa kebutuhan serta keinginan siswa diperhatikan dalam program-program Pendidikan, kesehatan program program yang dibutuhkan depannya.

thumbnail

Papua Itu Surga, Tapi Berbahaya bagi Pemiliknya



Di sebuah pulau yang terletak di timur Indonesia, terdapat sebuah daerah yang begitu indah, kaya akan keanekaragaman hayati, budaya, dan keindahan alam yang mengagumkan bernama Papua. Dari puncak pegunungan yang menjulang tinggi hingga pasir putih yang membentang di sepanjang pantai, pulau ini adalah surga bagi para wisatawan yang mencari petualangan.

Namun, di balik keindahan tersebut, terdapat kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh penduduk asli Papua (indigenous people). Mereka, yang dikenal dengan kelestarian budayanya dan kearifan lokalnya, sering kali terjerat dalam konflik dan eksploitasi. Sumber daya alam yang melimpah, seperti emas dan mineral lainnya, menjadi magnet bagi para investor yang datang untuk mengeksploitasi kekayaan tanah Papua, tanpa memperhatikan nasib masyarakat lokal.

Di Kampung kecil bernama Anoarop, hiduplah seorang pemuda bernama Daniel. Sejak kecil, Daniel sangat mencintai tanahnya. Ia sering mendaki gunung, menjelajahi hutan, dan berenang di sungai yang jernih. Baginya, setiap sudut Papua adalah surga. Namun, kehidupan sehari-hari keluarganya banyak dipenuhi tantangan. Ia melihat orang-orang yang seharusnya menikmati hasil bumi mereka justru terpinggirkan dan tersisih oleh perusahaan-perusahaan yang datang mengklaim tanah mereka dengan janji-janji palsu.

Suatu ketika, ketika Daniel sedang berbincang dengan ayahnya, mereka menerima kabar bahwa sebuah perusahaan besar berencana untuk mengeksplorasi tambang emas di dekat desa mereka. Rasa cemas menyelimuti hati Daniel. Ia tahu, jika tambang dibuka, keindahan alam di sekitar mereka akan hancur, dan masyarakat akan kehilangan tempat tinggal serta sumber penghidupan.

“Papa, kita tidak bisa membiarkan ini terjadi! Kita harus berjuang untuk tanah kita!” seru Daniel penuh semangat.

Ayahnya menatap putranya dengan tatapan penuh harap, namun juga penuh kekhawatiran. “Anakku, perjuangan ini tidaklah mudah. Banyak orang yang terjebak dalam janji manis perusahaan. Mereka akan datang dengan kekuatan dan uang. Kita harus hati-hati.”

Namun, hati Daniel tak bisa dibendung. Dia mengorganisir pemuda-pemuda Kampung untuk berkumpul dan berdiskusi tentang nasib tanah mereka. Agusta, seorang guru di Kampung itu, ikut bergabung. Dia memberi mereka spirit dan pengetahuan tentang hak-hak mereka sebagai pemilik tanah. Daniel merasa semangat juangnya semakin membara.

Hari-hari berlalu, dan Daniel bersama teman-temannya semakin aktif menyuarakan penolakan terhadap eksploitasi tanah mereka. Mereka membuat spanduk, mengadakan pertemuan, dan menyusun rencana untuk berdialog dengan pihak perusahaan. Namun, semakin mereka bersuara, semakin kuat tekanan yang mereka rasakan. Ancaman demi ancaman datang dari kelompok yang mengklaim diri sebagai pengawal proyek tersebut. Mereka adalah TNI/Porli Indonesia.

Suatu malam, ketika Daniel pulang dari pertemuan, dia melihat bayangan mencurigakan di tepi jalan. Jantungnya berdegup kencang, dan tanpa berpikir panjang, dia berlari pulang, berteriak memanggil ayahnya. Keluarga mereka terpaksa bersembunyi, menjauhi ancaman yang mengintai.

Hari demi hari, semakin banyak penduduk yang takut untuk berbicara. Namun, semangat Daniel tidak padam. Ia tahu, jika mereka menyerah, surga yang mereka cintai akan hancur. Dengan keberanian yang tersisa, dia mengajak penduduk untuk berkumpul di kampung itu dan mengadakan aksi damai, menyuarakan kebencian mereka terhadap eksploitasi.

Daniel berdiri di depan kerumunan, berseru, “Papua ini adalah rumah kita! Kita tidak bisa membiarkannya diambil oleh orang-orang yang tidak mengerti arti tanah ini! Kita harus bersatu!”

Aksi tersebut mungkin tidak mengubah keadaan secara langsung, tetapi suara Daniel dan penduduk Kampung mulai terdengar hingga ke telinga orang-orang luar. Beberapa media mulai meliput, dan perhatian publik pun mulai tertuju pada apa yang terjadi di Aroanop.

Namun, risiko yang dihadapi Daniel dan masyarakatnya semakin meningkat. Laporan-laporan mengenai intimidasi terus datang, tetapi Daniel tetap teguh pada pendiriannya. “Kami akan memperjuangkan hak kami, meski nyawa menjadi taruhannya,” ujarnya dalam sebuah wawancara.

Kesadaran mulai menyebar. Banyak orang dari luar berdatangan untuk memberikan dukungan bagi perjuangan mereka. Perlahan, kekuatan masyarakat bangkit, dan banyak yang mulai memahami betapa berharganya tanah Papua. Masyarakat internasional mulai memberi tekanan kepada pemerintah dan perusahaan untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun perjuangan, perusahaan itu Semaking bertambah tumbuh. Masyarakat Aroanop menyerah atas   hak-hak mereka. Daniel menyadari bahwa surga yang mereka miliki harus dijaga dengan usaha dan kerja keras, meski itu datang dengan risiko. Dia tahu, Papua adalah surga bukan hanya karena keindahan alam, tetapi juga karena keberanian masyarakatnya untuk melawan ketidakadilan.

Tetapi, pihak ketiga yang ambil kendalih mereka adalah pemerintah daerah sampai pusat mereka adalah kaki-tangan dari pihak kapitalis local dan adikuasa atas orang pribumi/ (indigenous people) mestinya mereka menyadari bahwa harus hargai dan hormat sebagai hak-hak pribumi sebagai pewaris negeri mereka.

Dengan setetes air mata bahagia, Daniel menatap langit Papua yang cerah. “Kami akan terus berjuang, bukan hanya untuk kami, tetapi untuk generasi yang akan datang,” katanya, penuh harapan. Surga ini adalah tanggung jawab setiap anak Papua, dan mereka akan terus menjaga keindahan dan kearifan tanah mereka.

Surabaya, 13 Feb 2025

 

 

About