Showing posts with label CERPEN. Show all posts
thumbnail

DALAM KEBIMBANGAN ARA KEHIDUPAN.

Seorang Gadis Bernama Sepina Di sebuah Kampung

Di sebuah Kampung kecil yang penuh dengan kehidupan, hiduplah seorang gadis bernama  Sepina. Sejak kecil, Sepina memiliki segudang mimpi yang ingin dicapai. Namun, semakin ia tumbuh dewasa, semakin banyak pilihan yang harus dihadapi, dan semakin jelas baginya bahwa ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia inginkan.

Setiap pagi, Sepina  pergi ke sekolah dengan senyum di wajahnya. Teman-temannya tampak percaya diri, mereka tahu apa yang ingin mereka capai. Ada yang bercita-cita menjadi dokter, ada yang ingin menjadi seniman, dan ada pula yang merencanakan untuk kuliah di luar negeri. Namun, di dalam hati Sepina, bergejolak sebuah kebingungan.

Suatu hari, di akhir pelajaran seni, guru mereka menunjukkan beberapa karya seni dari berbagai seniman terkenal. "Karya-karya ini lahir dari keinginan dan keberanian untuk mengejar apa yang mereka cintai," ujarnya sembari memegang lukisan berwarna cerah.

        Sepina menatap lukisan itu, merasa terpesona. Namun, saat teman-temannya bersemangat berdiskusi tentang bagaimana mereka ingin berkarya, Sepina justru terdiam. Ia merasa kosong, seolah ada sebuah jurang di antara dirinya dan passion yang mereka miliki. Apa yang sebenarnya ia inginkan? 

    Malam harinya, Sepina  duduk di meja belajarnya dengan buku-buku terbuka di depan mata. Ia mencoba membuat daftar tentang apa yang ia sukai. Namun, hanya satu kata yang muncul di benaknya: "tidak tahu." Frustrasi mulai merayap dalam dirinya. Ia merasa terjebak dalam kebingungan yang tak berujung.

        Hari itu pun berlalu, dan hari-hari berikutnya juga tak memberikan kejelasan. Sepina mulai menarik diri dari teman-temannya, merasa seperti orang asing di dunia yang seharusnya akrab baginya. Suatu sore, saat berjalan sendirian di taman, ia teringat akan hobi lamanya—menggambar. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil seperangkat alat menggambar dari rumah dan kembali ke taman itu.

        Dengan setiap goresan pensil di atas kertas, Sepina  merasakan sesuatu yang telah lama hilang. Sebuah ketenangan menyelimuti jiwanya. Ia menggambar segala hal yang ada di sekitarnya—pepohonan, langit, hingga senyuman anak-anak yang bermain. Dalam kesunyian dan kebebasan itu, ia mulai menyadari bahwa mungkin tidak perlu terburu-buru menemukan jawaban.

    Hari demi hari, Sepina  menghabiskan waktu di taman menggambar. Ia tidak lagi merasa tertekan untuk menemukan apa yang diinginkannya. Alih-alih, ia belajar menikmati prosesnya. Ia mulai menghadiri kelas seni di sekolah, berkenalan dengan teman-teman baru, dan merasa bahwa hidupnya memiliki warna yang dulu seakan hilang.

    Seiring waktu, kebingungannya perlahan sirna. Sepina masih belum sepenuhnya tahu apa cita-citanya, tetapi ia sadar bahwa setiap langkah kecil menuju hal yang ia cinta adalah bagian dari perjalanan itu sendiri. Ia tidak lagi merasa terasing, dan dalam ketidakpastian, ada keindahan yang dapat ditemukan.

        Ketika Sepina  melangkah maju, ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa hidup adalah tentang eksplorasi. Ia mungkin tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkannya saat ini, tetapi untuk pertama kalinya, ia menerima kebimbangan itu. Dan dalam penerimaan itulah, Sepina  menemukan kebahagiaan yang sederhana—menjadi dirinya sendiri, tanpa harus mencari-cari jawaban yang tidak selalu harus ada.


thumbnail

Refreksi penguna media TikTok, bagi generasi X papua.

 

Judul: Refreksi penguna  media TikTok, bagi generasi X papua.



Plot ilustrasi.

Di sebuah Kampung kecil di Papua, terletak di samping hutan lebat dan gunung-gunung hijau, hiduplah seorang remaja bernama  Menase . Di usianya yang baru menginjak 17 tahun, Menase  adalah salah satu dari banyak anak muda Papua yang terpesona dengan teknologi, terutama aplikasi TikTok.

Setiap sore, setelah pulang sekolah, Menase  tidak langsung membantu orang tuanya di ladang. Sebagai gantinya, dia meluangkan waktu berjam-jam di depan layar ponsel tuanya, menonton video TikTok. Mengambil inspirasi dari berbagai konten, ia berusaha menciptakan video yang menarik untuk diunggah. Dalam benaknya, TikTok bukan hanya sekadar hiburan; itu adalah jendela ke dunia yang lebih luas di luar kehidupannya yang sederhana.

Menase sangat terpesona dengan berbagai tantangan dan tarian yang viral. Meskipun akses internet di desanya terbatas, ketika jaringan cukup baik, dia bergegas membagikan video dengan tema budaya Papua, seperti tarian tradisional atau lagu-lagu daerah. Dia berharap video-videonya dapat mengenalkan keindahan budaya Papua kepada dunia luar.

Namun, tidak semua orang di  Kampung Menase mendukung kegiatannya. Beberapa orang tua merasa khawatir bahwa TikTok merusak generasi muda mereka. Mereka berargumen bahwa anak-anak lebih baik fokus belajar dan melestarikan tradisi daripada terjebak dalam dunia media sosial yang dianggap mengalihkan perhatian. Terkadang, Menase mendengar bisikan skeptis ketika dia berjalan di sekitar desa. "Anak muda sekarang lebih suka menghabiskan waktu di  layar  daripada belajar dari pengalaman nyata," keluh seorang Orang tua di Kampung.

Suatu hari, saat Menase mengunggah video tarian bersama teman-temannya ke TikTok, video tersebut mulai mendapatkan perhatian. Dalam waktu sekejap, ribuan orang menyaksikan dan memberikan komentar. Menase  merasa bangga dan bangga bisa menunjukkan budaya Papua. Namun, ketenaran itu datang dengan konsekuensi yang tidak terduga.

Komentar-komentar mulai bermunculan. Beberapa positif, memuji keindahan tarian dan budaya Papua. Namun, tidak sedikit juga yang negatif. Beberapa komentar merendahkan, mempertanyakan mengapa Menase dan teman-temannya lebih memilih menunjukkan budaya mereka dalam bentuk tarian TikTok daripada melestarikannya dengan cara yang lebih tradisional. Beberapa menuduh mereka hanya mencari perhatian, tanpa memahami nilai sejati dari budaya mereka sendiri.

 

Dihantui oleh berbagai komentar tersebut, Menase merasakan beban di hatinya. Dia mulai bertanya-tanya: Apakah dengan berpamer di TikTok, artinya dia mengabaikan nilai budayanya? Apakah dunia luar akan mengenali Papua dengan cara yang sederhana seperti itu? Day-to-day, keraguannya semakin membesar.

Satu malam, Menase pergi ke tepi sungai, tempat ia sering merenung saat bingung. Dengan air yang mengalir tenang dan suara alam sekitarnya, dia mulai merenungkan kehidupannya. Dia teringat pada momen bersama orang tuanya yang mengajarinya cara menari dan menyanyikan lagu tradisional. Dia teringat pada cerita-cerita yang didengar dari kakek dan neneknya tentang bagaimana adat dan budaya merupakan jati diri mereka sebagai orang Papua.

Malam itu, Menase  membuat keputusan. Dia akan menggunakan platform TikTok bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mendidik dan melestarikan budaya Papua. Dia mulai merencanakan video yang bercerita tentang cerita rakyat, mengajarkan tarian tradisional dengan penjelasan mengenai makna di balik setiap gerakan, dan berbagi kisah tentang kehidupan sehari-hari di desanya.

Ketika video-videonya yang baru mulai diunggah, respon yang dia terima sangat berbeda. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia memberikan dukungan dan menghargai upayanya untuk mengenalkan budaya Papua secara mendalam. Tanpa dia sadari, TikTok telah menjelma menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas.

Menase akhirnya menyadari bahwa setiap platform memiliki potensi. Yang terpenting adalah bagaimana kita menggunakannya. Media sosial tidak harus merusak budaya, asalkan kita dapat menggunakannya untuk merayakan dan melestarikan warisan kita.

Tiga bulan kemudian, Menase berdiri di depan kamera, dengan latar belakang hutan yang lebat. Dia tersenyum, bersemangat. Ini adalah video terbarunya, di mana dia akan mengajarkan tarian tradisional kepada penonton, disertai cerita-cerita yang mendalam tentang kultur Papua. Dengan semangat baru, Menase mengangkat ponselnya dan mulai merekam, yakin bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang penting, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

 

 

 

 

Catatan penting dari Plot ilustrasi diatas:

Penulis dengan penuh cermati dari beberapa dekade yang silam dan secara continues ini sangatlah luar biasa dengan adanya mudah aksess internet platform Tiktok adalah generasih x zaman sekarang ini lebih banyak interasi di media Tiktok. Dibanding interaksi dengan luar/ dunia nyata.

Dengan adanya peningkatan aksesbilitas internet dan praform media sosial ini generasi x sekarang bukan hanya media yang interasi bersifat upload video/image, dan text saja tetapi dengan adanya peningkatan penguna media Tiktook generassi x bisa melaksanakan dengan beberapa tips berikut ini:

1.       1. Pendidikan dan Penyebaran Informasi: Generasi X dapat menggunakan TikTok untuk mengedukasi masyarakat tentang masalah yang relevan, seperti kesehatan, hak asasi manusia, pendidikan, dan pelestarian budaya. Konten edukatif yang menarik dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan di kalangan pengguna.


2.Pelestarian Budaya: Dengan membuat video tentang tarian tradisional, musik, pakaian, dan adat istiadat Papua, generasi ini dapat berkontribusi dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya mereka kepada khalayak yang lebih luas.


3. Peluang Ekonomi: TikTok menyediakan kesempatan untuk monetisasi konten. Generasi X dapat menghasilkan pendapatan dari konten mereka melalui sponsor atau iklan, yang dapat membantu kesehatan ekonomi pribadi atau mendukung proyek komunitas.


4.       Ekspresi Diri: TikTok memberikan ruang bagi generasi untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Ini penting untuk pengembangan identitas dan rasa percaya diri, memberi mereka saluran untuk berbagi pengalaman dan pandangan individu.


5.       Sarana Aktivisme: Platform ini dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia. Generasi X dapat menggunakan video untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting yang dihadapi masyarakat Papua.


6.       Keterlibatan Komunitas: Dengan membagikan konten yang relevan terhadap kehidupan sehari-hari di Papua, generasi X dapat membangun komunitas online yang saling mendukung, berbagi informasi, dan mengatasi tantangan bersama.


7.       Tren dan Inovasi: Membuka peluang untuk mengikuti dan menciptakan tren baru yang relevan dengan budaya lokal, memungkinkan generasi ini untuk mengintegrasikan elemen-elemen dari budaya mereka ke dalam platform modern.

Dengan memanfaatkan TikTok secara positif, generasi X Papua dapat berkontribusi pada pengembangan diri, komunitas, dan pelestarian budaya mereka, sambil tetap terhubung dengan dunia yang lebih luas.

 

Surabaya, 05 February 2025

Penulis: (Dance Yumai)

(Mahasiswa Papua Jurusan Sastra)

 

 

 

 

 

thumbnail

You are Apple of My eyes

 

Setiap orang pasti mempunyai seseorang yang sangat penting dalam hidupnya, entah ayah, ibu, kakak, adik, teman dekat, pasangan, atau siapapun.
Sebenarnya ungkapan you are apple of my eye merupakan sebuah frase atau ungkapan dalam bahasa inggris, yang berarti 'someone whom cherish you all other above'.
Menurut ungkapan bahasa inggris, you are apple of my eye memiliki arti yaitu engkau segalanya segalanya bagiku.
Kalau dimaknai mungkin seperti ini maknanya "seseorang yang benar-benar kamu sayang lebih dari yang lainnya".
Asik.. 😘

thumbnail

The climbing in the mountain of middle mountain's of papua one of the part of the kemandoga/degeuwodide border of paniai intan jaya territory

Picture 1 This is break time to rest a few minutes and eate the potato, taro or other species of typical foood , this place is in the Top Mountain of Toyakaugito.

the "Pugiaitaka" is the term for the name of the path over mountain in me language, Then not just Pugiaitaka, but also other path also around here, each of those
I want to mention below there are " path  name of "Makataka, Badoutaka, Wodogoutaka, Pugiaitaka, Tiyotaka and Muyagitaka etc. there are territory of the green highland of mountain path limited of Intan Jaya and Paniai regency. Eastern from center of paniai and wester from intan jaya the name of the mountain is "Kunisi and Munimantoka" that is the name of the local people, and the mountain is located on the border in the regency of Intan j Jaya and Paniai.
So, the Pugiaitaka is famous mane of the local people, path on the mountain then this path is main
path to access of the Degeuwo to Paniai, the path is still be existed to now day's, because access to
paniai degeuwo modern road is still not established. So, whoever local society are they walking on
the path of the over mountain.

How I could be traveling the mountain of Pugiaitaka

Picture: 2 This is the indigenous women went to on the path in Pugiaitaka.


Yes, of course. If you have to plane to climbing to the path of the Pugiaitaka, for the firs you have to prepare some food for lunch in the way. And additional tolls you have to also a bag, of

"noken" the noken is tolls of stuff the noken andput of on the head, In to the noken is varienty of tools as like typical food, clothes and some important tolls to bring. Why? Writer said must to prepare the important tolls before walking on the path, because there are walking started from in the morning to afternoon on the path to walking as a full day. To walking under wood of rainforest. Their environment are climbing up a small mountain, across the medium the jump to big and high rock climb to under etc. so before started to waling preparing to complete as must bester way. To arriving be safety and target to time.

The footpath as ap long way from the Degeuwo to Paniai there are not just Pugiaitaka but we shoul be walking others path of writer mentions above, there are one of the solutions to access to paniai egeuwo while time, before fulfillment modern road will making intan jaya to paniai.

Beside the footpath we have the Adata Bridge

thumbnail

Menemukan Kapatitas Sebagai Kekuatan dirimu Yang sesunggunya

 

“Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik. Kekuatan berasal dari kemauan yang gigih” Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.

Karena saat kita kaya bukan berarti kita bisa mengaku bahwa hati nurani kita benar tanpa menjalani disiplin apapun sehingga banyak ketidakjujuran terjadi di dunia yang membingungkan ini.

Suka cita terletak pada perjuangan, usaha, termasuk dalam penderitaan, bukan pada kemerdekaan itu sendiri.

Kebebasan individu dan kesaling-tergantungan keduanya penting dalam hidup bermasyarakat.

Adalah martabat manusia kehilangan kepribadiannya dan menjadi tidak lebih daripada sebuah roda gigi pada mesin. Satu-satunya penguasa yang saya akui di dunia ini adalah ‘suara hening kecil’ di dalam hati.

Semuanya berjalan baik meskipun segala sesuatu tampaknya salah sama sekali jika anda jujur terhadap anda sendiri. Sebaliknya, semuanya tidak baik bagi anda walaupun segala sesuatu kelihatan benar, anda tidak jujur terhadap anda sendiri.

Bukankah sejarah dunia menunjukkan bahwa tidak ada romantika kehidupan jika tidak ada resiko? ”

Sasaran pernah menjauh dari kita. Semakin besar kemajuan, semakin besar pengakuan atas ketidaklayakan kita. Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha penuh adalah kemenangan penuh.

Lanjut, oleh sebab itu, jalanilah narar kata hati anda yang  otentik, karena disitulah kamu akan menemukan keperibadian murni andah dan cinta sejati ada, meskipun ujung-ujungnya terkadang mengkawatrikan hasil usaha yang andah jeri-upayakan.

Karena, dunia ini kita tidak mengharapkan hasil usaha yang kita capai, tetapi bagimana cara kita menghadapi zona dimana tantangan ini menghadapi didepan mata kita dan meresponi dengan hati narar kita yang sesunggunya.

Penutup, kekuatan kepiribadian kita yang sesunggunya ialah bukan body fisik, bukan juga kesehatan yang baik. namun, kekuatan yang sesunggunya adalah mengikuti alur kata hati nurani kita dan bahwa sadar hati kita dengan sesunggunya disitulah kita akan menemukan kekuatan keperibading kita yang sesunggunya.

salam waras 

Ikuti Alur kata hati adalah kekuatan ada yang sebenarnya.


thumbnail

Jangan Terlena "Kau Papua", Bangsamu Sedang Mati!

 

Oleh: Willy Sardi

Saya sebagai orang Melayu, yg lahir di Jakarta,  yg mempelajari ilmu-ilmu sosial dan belum lama tinggal di Papua ini sedang melihat kamu terlena tetapi sesungguhnya  kamu sedang mati, bangsa kamu akan segera tinggal cerita.  


Karena itu,  saya hanya mau memberitahukan tanda2 kematian masa depan anda secara pribadi dan bangsamu di masa depan.  Saya cukup beritahu dan anda sendirilah cari solusinya, apa solusi yg tepat atas kondisimu,  kondisi bangsamu. 


Berikut tanda-tanda kamu orang Papua dan bangsamu akan tinggal cerita segera: 


Pertama, kalian,  orang Papua kini punya satu musim baru. Musim yang tak banyak saya jumpai di Jawa, bahkan dalam buku sejarah.  Bukan hanya musim matoa,  musim kemarau atau musim mangga,  musim muntaber untuk anak-anak kalian. Tapi,  musim baru kalian adalah musim kematian tiba-tiba. Hari-hari ini,  tidak hanya pimpinan gereja kalian saja yang mati tiba-tiba tetapi lihatlah di sekeliling anda,  banyak orang Papua mati tiba-tiba.  


Tidak ada yang tahu pasti penyebab musim baru itu.  Mereka mati misterius. 


Kedua,  ini lanjutan dari yang nomor satu di atas.  Kalian orang Papua kini punya satu penyakit baru yang belum banyak dijumpai di dunia kedokteran modern.  Penyakit itu ialah penyakit "jatuh". Para pemimpin gereja kalian mati karena penyakit "jatuh". Ini penyakit berbahaya. 

 

Coba kalian,  orang Papua renungkan,  Pastor Nato Gobay, jatuh tiba-tiba di kamar mandi dan meninggal. Itu setelah 30 menit sebelumnya memimpin ibadah di salah satu gereja katolik di Nabire sana. 


Pastor Yulianus Mote, dikabarkan jatuh pingsang tiba-tiba di bandar udara wamena saat berangkat dari Jayapura ke Wamena. Ia berobat ttp tdk tertolong dan meninggal. 


Pastor Neles Tebay jatuh tiba-tiba di ruang kuliah di salah satu kampus calon imam di Jayapura. Ia berobat dan tdk tertolong dan kemudian meninggal.


Kemudian, Uskup Timika,  Mgr. John Philip Saklil jatuh di halaman rumah uskup dan meningal. Ia meninggal setelah sebelumnya memimpin misa.  


Kalian,  orang Papua tahu bahwa mereka jatuh karena mereka ini pimpinan umat dan informasinya disebarkan. Coba cari tahu dan hitung sekeling anda,  berapa orang lain lagi yang mati dengan model ini.  Banyak.  


Ketiga, para pimpinan kalian mati misterius. Dalam sejarah yang saya pelajari, kematian pemimpin adalah pukulan telak,  ia adalah kematian sebuah komunitas,  kematian bangsa. Kematian pemimpin adalah duka panjang, bukan karena semata2 kehilangan fisik tetapi ia membawa pergi ide,  gagasan,  semangat, dan visi. 


Mereka yang meninggal saat2 ini adalah pemimpin gereja. Banyak pemimpin kalian di birokrasi dan politik juga mati misterius, ada yang pelan2, ada yang mati seketika.  Kalian tahu,  Arnold Ap,  Theys,  Gubernur Salosa, Wospakrik,  Agus Alua,  dan anda pasti tahu yang lain. Yang wajar adalah meninggal normal karena sakit atau sudah umur tua.  


Anda pasti tahu yg mati berlumuran darah, pasti banyak.  Ini yg misterius.. 


Keempat, kalian banyak doktor dan master. Sarjana berlimpah. Ada tamatan luar negeri,  ada tamatan dalam negeri dan ada yg tamat di tengah realitas yang membunuh kalian di Papua.  


Tp,  kalian diam atas masalah2 bangsamu yang sudah stadium empat ini,  jika itu adalah penyakit.. 


Gelar kalian hanya di atas kertas,  tak bisa buat apa2 untuk tanah airmu. Anda hanya urus perutmu,  anda hanya urus jabatanmu,  anda terhanyut dalam rutinitasmu dan tepuk dada, bangga dgn gelarmu.  


Anda tidak menulis, anda tidak buat kajian,  anda tidak berjuang, anda jijik berada di jalanan untuk melawan,  anda tidak menjadi diplomat,  anda tidak urus tanah adatmu,  anda tidak mendidik kaummu. 


Itu artinya,  anda memang ingin membiarkan bangsmu mati atau gelarmu hanya di atas kertas dan tidak belajar sungguh2 untk mengerti realitasmu.  


Apakah anda sengaja ataupun tidak paham, yang jelas, saya mau memberitahu bahwa,  ketika orang sekolah (doktor,  master,  dan sarjana) diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan.  Matinya aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa.  


Kelima, orang Papua lupa budaya. Budaya bukan sekedar pakaian adat,  tapi keseluruhan tatanan  kehidupan: religi, sistem politik,  mata pencaharian,  kesenian,  peralatan,  bahasa,  sistem dan pengetahuan. 


Kalian gemgang erat2 segala yang baru datang.  Lalu,  kalian lupa diri dan terlena dan mereka ambil apa yang kalian tinggalkan.


Jangankan budaya,  anda tinggalkan mamamu sendiri,  anda pergi kawin dengan yang putih. Yang putih dan semua yang datang dari luar lebih baik.  Itu cara anda membunuh mamamu,  budayamu dan masa depan bangsamu secara pelan tapi pasti. 


Keenam, kalian pemalas dan hidup dari belas kasihan dan judi.  Kalian, orang Papua itu saya amati pemalas,  duduk saja,  cerita-cerita saja,  habiskan waktu. Jalan minta sana minta sini sama saudara lain, harap sana harap sini. Setelah dapat uang habiskan saat itu juga,  sisanya main judi,  togel. Uang habis jalan minta  lg ke saudara padahal sudah sarjana, padahal sehat dan badan kuat,  padahal hutanmu luas, tanahmu subur.  


Satu pemuda bisa habiskan uang 3 atau 4 juta dalam satu bulan. Uang itu dapat dari mana, sedangkan ia tidak punya pekerjaan,  tidak punya kebun,  tidak punya ternak? Jawabannya adalah ia dapat dari belas kasihan orang lain dan judi. 


Saya ketemu dua pemuda di Kantor Gubernur. Tas mereka berisi. Saya ajak cerita, apa yang mereka isi dan apa kerja mereka.  Yang mereka isi adalah proposal dan buku togel. Mereka begitu polos,  saya amati mereka keliling jual2 proposal dari satu ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur. Mereka tidak bekerja, satu orang sarjana dan satunya lagi pemuda.  


Satu kesempatan,  saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah Hitam. Kami pendatang dua orang dan mereka anak Papua tiga orang. Kami dibayar masing2 orang Rp. 4.700.000. Satu minggu kemudian,  saya tanya, masih adakah yang itu?  Uang mereka sudah habis.  Satu orang beralasan,  uang itu bayar spp adiknya. Satu lagi,  bagi-bagi dengan keluarga.  Satu lagi yang parah,  ia mengesal karena uang itu habis minum dan main togel. 


Tidak banyak orang Papua yang saya jumpai hargai proses dan tekun serta hemat. Sebagian hanya mau cepat jadi dan kejar yang besar,  tidak ada usaha2 kecil,  kecuali mama2 yang jualan. Anak muda takut jualan,  jaga gengsi,  jalan rapi2 tapi dompet kosong. 


Ketujuh, perempuan muda Papua hancur.  Sore-sore,  apalagi malam minggu kota Jayapura penuh gadis2 belia Papua bercelana mini. Mulut penuh pinang dan rokok di tangan.  


Mereka berkelompok hingga larut malam. Mereka buat apa?  Mereka menunggu bookingan dari siapa saja yg mau ajak jalan,  sekedar minuman keras atau seks dengan bayar murah.  Yang penting dapat uang,  entah 100 rb. Ada yang anak sekolh dan ada yg sdh tdk sekolah. Saya ajak ngobrol,  mereka cerita d rumah tdk ada makanan dan cari uang sekolah.  


Jika perempuan hancur,  bagaimana mereka akan menikah,  mengandung, melahirkan anak yg sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yg sudah banyak mati.  Bagaimana mereka akan urus suami jika sdh hancur begini.  Perempuan kuat, bangsa kuat.


Kedelapan,  orang tua malas tahu dgn pendidikan anak. Tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa rumah di teman2 Papua tdk ada meja belajar untuk anak mereka.  Satu kamar, anaknya dengan dua tiga orang tamu dr saudara lain. Sore hari anak2 tdk ada kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi.  Makan mlm larut malam sekali,  ada yang jam 9,  anak yg paling kecil sdh tdr. Ayah dan ibu,  punya urusan masing2, tdk dampingi anak belajar.  


Pada pagi hari,  saya perhatikan di jalanan,  tidak banyak orang Papua yg antar anak ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor.  Ada satu pejabat punya mobil dua dan motor ada satu di rumah tp pgi hari dia bagi uang sama anaknya.  Dia tdk antar, anak jalan sendiri,  naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tp ini soal bagaimana bentuk kasih sayang orang tua. Pendatang juga punya uang tp mereka antar anak mereka, lihat di lampu merah pagi hari.  Bicara tuan tanah tp tidak urus pendidikan anak baik2, bagaimana mau jd tuan rumah. 


Kesembilan,  kakak saya kenal banyak orang Papua yang menyebut diri pengusaha tapi setelah saya tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di dinas2, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis.  Tdk ada yang buat unit usaha yang profit atau datangkan uang. Ini beda dgn pendatang.  


Kesepuluh, jual tanah. Orang Papua jual tanah kepada kami. Kalian tdk kontrakkan. Padahal kalian punya anak banyak.  Anak2 kamu akan ke manakan kalau sdh kami kuasai semua.  


Kesebelas,  sekolah pinggiran dan kampus dan jurusan yang bisa cepat jadi sarjana. Tidak banyak anak2 Papua yg masuk di sekolah bermutu. Anak2 Papua banyak saya jumpai di sekolah2 pinggiran, sekolah yg dpat nilai gampangan dan masuk diperguruan tinggi yg biasa2 pada jurusan2 sosial semua.  Jadi,  orientasi mencari nilai dan ijazah,  tidak cari kemampuan otak dan keterampikan untuk hidup kalian. 


Keduabelas,  kampus2 sepi dengan mimbar akademik. Tdk banyak kampus di Papua yg lakukan seminar2 atau aktivitas lain.  Para dosen juga tdk banyak yg menulis karya ilmiah yang terkait dgn bidang ilmu atas kondisi rill di Papua.  


Ketigabelas,  ruang ekspresi disumbat.  Saya lihat hal berbeda di Papua dgn di Jawa. Di sini,  orang tdk boleh demo,  langsung ditangkap atau dibubarkan dititik aksi. 


Ketigabelas,  saya tidak jumpa wartawan luar negeri di Papua.  Media2 di Papua saya tidak temukan bikin liputan yang berkualitas.  Saya menyebut majalah dinding sekolah/pemerintah.  


Keempatbelas,  yang jual ikan kebanyakan bukan orang Papua,  yg jual hasil kebun kebanyakan bukan orang Papua, yang tambang rakyat jg bukan orang Papua,  yang jual pinang juga sekarang bukan orang Papua,  apalagi kios atau toko.  


Kelimabelas,  petinggi Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara2 saja di media,  tidak banyak aksi nyata.  Tidak ada kepercayaan diri juga padahal papua itu kaya dan punya posisi tawar dgn Jakarta yg sangat tinggi. 


Keenambelas,  birokrasi dan parlemen sdh dikuasai oleh kami.  


Ketujuhbelas,  orang Papua terlalu dewakan kami pendatang. Dewa jadi diberi apa pun,  harga dirinya pun kalian berikan, kamu  beri marga dan  angkat jadikan kepala suku,  nobatkan jd anak anaklah. Lalu,  di mana posisi kalian orang Papua di sana.  Kalian itu sebenarnya sedang bimbang. 


Kedelapan belas,  kalian orang Papua itu mudah dibeli dan tidak bisa bersatu dan mudah diprovokasi,  mudah dikotak2an dengan istilah gunung dan pantai sehingga kalian terhanyut dalam adu domba,  lupa daratan tanah besar Papua bahwa kalian adalah tuan tanah.  


Kesembilan belas,  kalian panas-panas tai ayam dan makan mentah ajaran kasih. Tuhan musnahkan musuh Israel di laut merah.  


Kalian tambah2 sendiri.  Ada banyak tanda kalian ini sesungguhnya akan segera tiada.  Pikirkan dan renungkanlah sodara.  


Dari sodara kalian,  Willy Sardi Jayapura.

About